REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Adanya usaha partai-partai besar untuk menaikkan ambang batas parlemen (parliamentary threshold-PT) patut dicurigai. Lantaran, upaya menaikkan PT itu dinilai sebagai usaha untuk mengurangi pluralitas politik bangsa Indonesia.
Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (Cetro) Hadar Nafis Gumay menuturkan, berapa pun PT diberlakukan, pasti bakal ada suara rakyat yang hangus. "Akhirnya kita harus menjadi curiga dengan gagasan yang dimunculkan, semakin tinggi kita menempatkan angka PT itu bisa membahayakan. Karena, semakin tinggi PT, semakin banyak pemilih yang tidak terwakili," kata Hadar di DPR, Kamis (6/1).
Hadar pun menjelaskan sistem proporsional yang dianut Indonesia. Mengingat sifat bangsa yang inklusif dan memperhatikan keberagaman kelompok, maka keterwakilan mereka perlu diperhatikan. Dia mencontohkan, pada pemilu 2009 lalu diberlakukan PT sebesar 2,5 persen. Dari angka itu, suara yang tak terwakili sebesar 18,3 persen atau 19 juta suara lebih.
"Jika pemilu lalu diberlakukan PT 5 persen, maka suara yang tak terwakili 31 persen atau 32 juta lebih. Dan, jika diberlakukan PT 7,5 persen suara yang tak terwakili 42,9 persen atau 44 juta lebih," bebernya.
Oleh karena itu, Hadar menggangap jangan sampai dominasi partai besar dalam menerapkan kebijakan PT dalam UU itu hanya untuk mempertahankan status quo.