REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Merasa mendapatkan tekanan psikologis, Panitera Pengganti Mahkamah Konstitusi (MK), Makhfud dan pengacaranya, Andi Asrun, meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Salah satu yang membebani pikirannya adalah status kepegawaiannya.
"Secara psikologis tertekan. Dia dibebastugaskan sejak tanggal 10 (Desember)," ujar Kuasa Hukum Makhfud, Andi Asrun di kantor LPSK, Rabu (15/12). Meskipun sudah dibebastugaskan, akan tetapi pihaknya belum menerima surat resmi pembebasan tugas tersebut. Sehingga sampai saat ini, kliennya tidak tahu hak apa yang diperoleh dari Mahkamah Konstitusi.
Alasan pembebasan tugas juga tidak dijelaskan. Makhfud juga merasa kebingungan dengan posisinya sebagai pegawai untuk setelah perkara ini bergulir juga tidak ada kejelasan.
Seperti yang diketahui, Makhfud diduga menerima uang dari Dirwan Mahmud untuk sebuah perkara di MK. Total uang yang diterimanya dari beberapa kali pertemuan untuk membicarakan kasus Dirwan itu mencapai Rp 35 juta. Terhadap tindakan penyuapan ini, pihak Makhfud yang diwakilkan oleh kuasa hukumnya sudah melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Pihak MK juga sudah melaporkan kasus serupa ke kepolisian.
Selain terkait status kepegawaiannya, kedatangan Makhfud ke LPSK juga untuk mengantisipasi munculnya intimidasi-intimidasi. Sebab sejak laporan tim investigasi suap MK dimuat di media massa, perkara yang melibatkan Makhfud bergerak dengan sangat cepat. "Ini menimbulkan efek tidak nyaman," kata Asrun.