Kamis 09 Dec 2010 01:22 WIB

Jangan Kaburkan Kasus Pelesiran Gayus ke Bali

Gayus H Tambunan
Gayus H Tambunan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo mengingatkan para penegak hukum agar jangan pernah "mengaburkan" kasus "pelesiran" si mafia pajak Gayus Tambunan ke Bali, padahal dirinya berstatus tahanan sementara. "Selain itu, ada hal lain yang menggelitik kami di Komisi III DPR RI (bidang Hukum, HAM, Perundang-undangan, Kepolisian Negara), yakni menyangkut independesi Tim Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) terkait skandal ini," katanya di Jakarta, Rabu.

Bambang Soesatyo mengatakan, kalau Satuan Tugas (Satgas) PMH benar-benar independen dan berfungsi efektif, Gayus Tambunan tidak akan pernah "pelesiran" ke Bali. "Makanya kalau Satgas ini hendak dipertahankan, ada baiknya orientasi Satgas ini diluruskan," tandas anggota Fraksi Partai Golkar ini.

Sebab, menurutnya, kasus kepergian Gayus Tambunan ke Bali amat mengusik.

"Makanya, sangat beralasan bagi siapa saja untuk mempertanyakan efektivitas Satgas PMH. Sebab, kasus Gayus ini terasa tidak logis, mengingat dia saat itu berstatus tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Markas Komando (Mako) Brimob, Kelapa Dua, Depok," kata Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar ini.

Bambang Soesatyo berpendapat, boleh diasumsikan, ada sejumlah pertimbangan mengapa Gayus Tambunan harus ditahan di Rutan Mako Brimob itu. "Logika kita yang awam mengatakan bahwa sepak terjang Gayus yang demikian itu mestinya memotivasi Satgas PMH untuk melakukan pengawasan maksimum atas Gayus, sekalipun dia ditahan di Rutan Mako Brimob," ujarnya.

Jika saja Satgas PMH melakukan pengawasan maksimum melaui koordinasi berkesinambungan dengan jajaran Polri, lanjutnya, Gayus Tambunan mestinya tidak akan pernah bisa leluasa bepergian ke mana pun, termasuk ke Bali. "Sekali pun untuk alasan berobat atau alasan keluarga yang sangat mendesak," tegasnya.

Ia menambahkan, banyak yang masih ingat tentang makna strategis tindakan Mantan Kabareskrim Susno Duadji mengungkap kasus penggelapan pajak, dan juga ketika "sinetron" hukum Gayus-Satgas PMH di Singapura dipertontonkan. "Hampir semua orang sepakat bahwa kedua moment itu layak dan ideal menjadi 'entry point' bagi Satgas PMH untuk mengaktualisasi fungsi dan perannya. Jika dimanfaatkan dengan maksimal, tulus dan tanpa agenda politik, informasi dari Gayus maupun Susno bisa menjadi pembuka jalan yang memuluskan kerja Satgas PMH memerangi calo hukum," katanya.

Ia mempertanyakan, kalau kemudian terjadi kehebohan karena publik tahu Gayus Tambunan leluasa dan bisa puluhan kali meninggalkan Rutan selama rentang waktu penahanannya yang terbilang masih seumur jagung, lalu apa yang sesungguhnya dicari Satgas PMH selama setahun ini. "Kasus Artalita (Suryani), juga tidak jelas. Bahkan dalam banyak hal ada kesan Satgas PMH sekedar melaksanakan usaha pengalihan isu," ungkapnya.

Karena itu, demikian Bambang Soesatyo, wajar jika kemudian independensi Satgas PMH pun sering dipertanyakan.

"Tengok saja kasus 'Cicak versus Buaya' yang memojokan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit-Chandra, lalu publik dengan lantang menyuarakan aspirasinya bahwa mafia hukum berusaha memperlemah KPK," katanya.

Dalam kasus ini, menurutnya, Satgas PMH nyaris tidak memberi sentuhan apa pun. "Presiden malah membentuk Tim Delapan," ujarnya.

Begitu juga dalam skandal Bank Century, lanjutnya, Satgas PMH tak berbuat apa-apa ketika hampir semua penegak hukum tidak memberi respons yang layak terhadap skandal itu. "Jadi, wajarlah jika kita bertanya apa sebenarnya orientasi Satgas PMH. Pertanyaan itu wajar dimunculkan, karena publik tidak tahu apa yang diperbuat Satgas PMH terhadap ribuan laporan masyarakat, terutama tentang megaskandal Bank Century yang terkesan enggan disentuhnya," ungkapnya.

Bambang Soesatyo kemudian membeberkan, hingga November 2010 ini, Satgas PMH telah menerima 3.500 laporan dari masyarakat. "Artinya, jumlah pengaduan terus meningkat. Per Agustus 2010, jumlah laporan publik baru 2.877 laporan. Meliputi 314 laporan kasus tanah, tentang KKN 218 laporan, tentang penggelapan 157 laporan, tentang polisi 423 laporan, tentang pengadilan 392 laporan, dan tentang kejaksaan 240 laporan," katanya.

Tetapi, menurutnya, hanya sebatas itu informasi yang disosialisasikan Satgas PMH kepada publik. "Seberapa jauh Satgas menindaklanjuti semua laporan itu tidak pernah diketahui. Akibatnya, publik tidak tahu bagaimana harus memaknai jumlah laporan itu," tandasnya.

Itu sebabnya, Bambang Soesatyo mengatakan, relevan untuk mempertanyakan apa sesungguhnya fungsi dan tugas Satgas PMH. "Ketidakjelasan itu malah dirasakan sering mengganggu institusi-institusi penegak hukum lainnya, mengingat Satgas PMH bertanggungjawab langsung kepada presiden," katanya.

Apalagi, diketuai oleh Kuntoro Mangkusubroto yang juga Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang sangat disegani para pejabat negara akhir-akhir ini," katanya.

Malahan, menurutnya, beberapa tindakan tidak lazim Satgas PMH pernah membuat institusi lain tersinggung. "Misalnya saja, Satgas pernah menyebutkan, dari jumlah laporan yang masuk, institusi Polri menempati urutan teratas untuk kategori laporan mafia hukum. Bukan mengada-ada jika khalayak bingung. Sebab, tindakan menunjuk hidung itu dirasakan tidak lazim," ujarnya.

Ia menambahkan, kalau konsisten memerangi mafia hukum, laporan atau informasi itu mestinya dirahasiakan dan diolah dulu untuk kemudian ditindaklanjuti, sebelum diumumkan ke publik.

"Jadi, kalau hanya dijadikan panggung mencari popularitas dan ambisi pribadi, Satgas PMH sesungguhnya telah menyimpang dari tujuannya. Jadi, sebaiknya dibubarkan saja," tegas Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR RI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement