REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Insiden kekerasan terkait agama paling banyak terjadi di Banten dan Jawa Barat. Keduanya menempati posisi teratas dengan masing-masing 28 kasus dan 23 kasus belakangan ini. “Kekerasan keagamaan di dua provinsi ini menyumbang andil sekitar 67 persen dari total 76 insiden yang terjadi di 10 provinsi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir,” kata Rudy Harisyah Alam, peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, dalam Seminar Hasil Penelitian Peta Kerukunan Antar Umat Beragama Provinsi Banten yang dilakukan Balai, di Hotel Santika, Bogor, Senin malam (1/11).
Sementara Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Barat berada di posisi tengah dengan tingkat kekerasan masing-masing 11 kasus dan tujuh kasus. Sedangkan Jambi, Bengkulu, Lampung dan DKI Jakarta menjadi wilayah dengan tingkat kekerasan yang rendah, yaitu antara satu hingga tiga kasus. Sebaliknya dua provinsi yaitu Sumatera Utara dan Sumatera Selatan tercatat sebagai wilayah dengan insiden keagamaan paling mini, bahkan hingga zero level (nol).
Dari segi isu yang menjadi sumber pertikaian, isu moral menjadi faktor dominan mengapa insiden kekerasan keagamaaan terjadi yakni 41 kasus (53,9persen). Isu moral dicontohkan dengan isu-isu perjudian, minuman keras, narkoba, prostitusi dan pornografi.
“Sedangkan isu sektarian hanya 21 kasus (27,6 persen). Isu ini merupakan isu yang memicu konflik dalam satu komunitas agama tertentu saja. Umumnya terkait dengan aliran atau kelompok keagamaan yang dianggap sesat oleh kelompok mayoritas agama tersebut,” katanya lagi. Untuk isu komunal, dari penelitian yang dilakukan, hanya ada 10 kasus (13,2 persen) dari total insiden kekerasan keagamaan yang ada. Isu ini terkait pertikaian antarkomunitas agama berbeda seperti pembangunan rumah ibadah.