Sabtu 30 Oct 2010 01:01 WIB

Ketua MA Akui Proses Minutasi Lama

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Budi Raharjo
Harifin Tumpa
Harifin Tumpa

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin Tumpa, mengakui bahwa proses minutasi (pengetikan salinan putusan) di MA lambat. Hal inilah yang juga menjadi pertanyaan besar Komisi III DPR ketika berkonsultasi dengan MA beberapa waktu yang lalu. "Minutasi lama kita mengakui," ujar Harifin di gedung MA, Jumat (29/10).

Pihaknya sudah menempuh berbagai cara untuk mengatasi kelambatan minutasi itu. Tetapi efeknya hingga saat ini masih belum maksimal. Masih banyak perkara yang sudah diputus, tetapi minutasinya belum ada.

Harifin mengatakan, sampai saat ini masih ada sekitar 5.000 perkara yang sudah diputus tetapi belum diminutasi. Lamanya proses minutasi ini, karena setiap putusan harus dikoreksi kembali oleh Hakim Agung. Dalam pemeriksaan kembali putusan, dilakukan oleh Ketua Majelis Hakim Agung dari perkara tersebut, dan Hakim Agung pembaca pertama. Dalam satu majelis terdapat tiga Hakim Agung. Namun, cara ini juga belum menyelesaikan masalah.

Pengetikan salinan putusan yang lama ini sering dikhawatirkan menjadi ajang untuk jual beli informasi perkara. Tetapi, Harifin menegaskan bahwa MA sudah mengkoreksi cara pemeriksaan perkara hingga ke putusan. Dahulu prosesnya, majelis hakim akan bermusyarah. Setiap hakim akan mengemukakan pendapat, lalu dilakukan minutasi, baru diucapkan putusan. Proses minutasi ini memakan waktu lama, sehingga cenderung menjadi jual beli informasi perkara. "Dulu musyawarah lalu ketik dulu baru diucapkan. Ini lama, ini bisa jadi jual beli informasi," ujarnya.

Saat ini cara tersebut sudah dirubah. Minutasi berada di posisi paling terakhir. Setelah bermusyawarah, majelis hakim akan langsung memutus perkara. Putusan juga langsung diunggah ke website. "Orang bisa langsung tahu, dia menang atau kalah," kata Harifin. Sehingga jual beli informasi pekara bisa dikurangi.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement