REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--PKS menganggap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus menghormati partai koalisi dalam membuat kebijakan evaluasi kabinet. Bagaimana pun Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dijalankan SBY bersama partai koalisi.
Wasekjen PKS, Mahfudz Shiddiq, mengibaratkan koalisi dengan perkawinan seorang lelaki dan perempuan. ‘’Kalau seorang suami mau menceraikan istrinya, seharusnya mengingat dulu bagaimana ketika mengajak perempuan itu menikah,’’ tutur dia, Kamis (28/10). Ketika mengajak menikah, sepantasnya sang pria berbicara dahulu dengan orang tua pasangannya.
Maka, ketika hendak bercerai sebaiknya suami kembali mengajak bicara mertuanya. ‘’Harus ngomong juga dengan mertua kalau mau bercerai,’’ ujar dia lagi.
Kemarin, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, mengatakan presiden tidak perlu meminta persetujuan petinggi partai koalisi seandainya hendak melakukan perombakan kabinet. Menurut Mubarok lagi, pembicaraan antara petinggi partai dan presiden akan terjadi sebatas pemberitahuan hasil evaluasi. Agenda konsultasi, dikatakannya, tidak akan dilakukan presiden. Alasannya, pergantian menteri dalam kabinet adalah hak prerogatif presiden.
Mahfudz menambahkan, PKS berkeyakinan kalau presiden tidak akan merombak kabinetnya tanpa konsultasi dengan partai koalisi. Presiden, katanya, pernah berbicara kalau seandainya terjadi perombakan ia akan lebih dahulu berbicara dengan partai koalisi.
Perkataan Mubarok, sambung Mahfudz yang juga Ketua Komisi I DPR RI, tidak dijadikan pegangan oleh PKS. Bencana di Gunung Merapi, Jawa Tengah, dan tsunami di Pulau Mentawai di Sumatra juga dipandang Mahfudz menjadi prioritas utama presiden dan elite politik. Tidak sepatutnya bicara perombakan ketika pekerjaan di daerah bencana menanti untuk dikerjakan.