REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Aktivis 1998 mengajukan uji materi Undang Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ke Mahkamah
Konstitusi (MK), Senin (25/10). Pengajuan ini terkait pemberian gelar pahlawan pada mantan Presiden Soeharto. "Review ini sebabnya berkaitan rencana pemerintah memberuikan gelar pahlawan pada Soeharto," ujar Kuasa hukum pemohon, Gatot Goei, di usai menyerahkan berkas uji materi di gedung MK.
Menurut para aktivis 98, penurunan Soeharto dikarenakan kejahatan-kejahatan yang pernah dilakukannya. Termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat dan persoalan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
Sedikitnya ada tujuh kesalahan Soeharto yang menjadi dasar para aktivis itu menolak pemberian gelar pahlawan itu.
Yakni, pembantaian massal pada 1965 sebagai efek dari gerakan 30 September, Petrus (pembunuhan misterius) pada 1981 terhadap orang yang dianggap penjahat kambuhan, keterlibatan dalam kasus Tanjung Priok, pemberlakukan Pancasila sebagai asas tunggal sehingga yang menentang dianggap sebagai garis keras, penculikan dan pemenjaraan aktivis mahasiswa, mengguritanya KKN, hingga kepada operasi militer di Lampung, Aceh, Papua, dan Timor Timur.
Lebih lanjut, Gatot menjelaskan, pasal yang nantinya akan diujikan adalah Pasal 1 ayat (4) terkait dengan definisi gelar Pahlawan Nasional, Pasal 25 mengenai syarat-syarat umum gelar Pahlawan dan Pasal 26 tentang syarat khusus. Sedangkan gugatan kedua yakni Pasal 16 Ayat (1) tentang keanggotaan dewan gelar. "Syarat itu belum tegas, sehingga memungkinkan orang yang diduga korupi atau terlibat kasus HAM berat bisa terpilih," ujarnya.
Sedangkan untuk keanggotaan dewan gelar, Gatot menyoroti adanya komponen militer di dalamnya. Seaharusnya, sesuai dengan konstitusi, keberadaan militer adalah untuk pertahanan dan keamanan. Bukan duduk sebagai salah satu anggota dewan gelar. "Ini minta dibatalkan, tentara harus kembali ke barak. Perihal masalah sosial politik biar dilakukan masyarakat sipil," katanya.
Sementara itu, salah satu pemohon, Ray Rangkuti, meminta kepada MK untuk bisa mendahulukan perkara yang diajukannya itu. "Karena urgensinya," ujarnya. Sebab usulan pemberian pahlawan akan segera disampaikan pada 10 Oktober mendatang.