REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Selama ini banyak permasalahan di perbatasan hingga saat ini, mencakup infrastruktur dan kesejahteraan sosial. Namun kondisi seperti ini tidak memicu pemerintah untuk fokus pada permasalahan tersebut.
''Seharusnya kebijakan kita fokus pada daerah perbatasan,'' kata Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Karding, saat diskusi 'Pulihkan Kedaulatan dan Kesejahteraan Wilayah Perbatasan' di Jakarta, Rabu (6/110).
Saat ini yang ada, menurut Abdul, permasalahan di daerah perbatasan belum dipetakan. Ia menambahkan, infrastruktur cenderung sangat minim. ''Termasuk penyelenggaraan pendidikan juga minim'' kata dia.
Akibat minimnya pendidikan di daerah perbatasan menyebabkan sumber daya manusia Indonesia di perbatasan sangat terbelakang.''Mereka sangat terbelakang karena memang tidak dikelola,'' tutur Abdul.
Di sisi lain, petugas yang menjaga di perbatasan dalam hal ini polisi tidak digaji khusus. Sementara, guru-guru tidak ada perhatian khusus. Kondisi ini menurut Abdul harus menjadi perhatian pemerintah.
Sayangnya Abdul melihat paradigma daerah perbatasan disamakan dengan paradigma daerah tertinggal.''Harusnya paradigma tidak boleh seperti itu. Perbatasan adalah pintu masuk ke negara kita, wajah kita dan juga daerah buffer zone,'' tutur dia.
Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) yang dibuat pemerintah, jelas Abdul, tidak selaras dengan program yang dibuat. ''Dan yang paling utama adalah permasalahan tidak adanya sinergi antara kementerian dalam menuntaskan masalah dan mengelola perbatasan,'' kata dia.
Masing-masing kementerian terkesan memiliki ego sentral sendiri.
Sehingga, ujar Abdul, tidak heran terjadi disparitas kemakmuran antara masyarakat Indonesia di perbatasan dengan masyarakat negara tetangga.''Jika hal ini tidak diperhatikan kita akan kehilangan wilayah bukan karena peperangan tetapi hilang secara politis dan ekonomi,'' tutur dia. Karena itu harus ada political will dan kepemimpinan untuk menyelesaikan masalah ini.