Rabu 06 Oct 2010 02:24 WIB

Modernisasi Alutsista, Pemerintah Harus Buka Komunikasi dengan Negara Barat

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Djibril Muhammad
Alutsista TNI, ilustrasi
Alutsista TNI, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah diharapkan mampu membuka komunikasi yang serius dengan negara-negara barat seperti AS, Eropa dan negara-negara NATO, terkait alat utama sistem persenjataan (alutsista). Pasalnya, dalam beberapa hal negara-negara tersebut masih mencurigai Indonesia dan masih melakukan embargo senjata untuk masuk ke tanah air.

Demikian dikatakan peneliti senior Lembaga Survey Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi saat dihubungi Republika, Selasa (5/9). Bagaimanapun, menurutnya, negara-negara tersebut merupakan produsen alutsista terbesar dan sebelum ada embargo alutsista Indonesia pun seluruhnya berasal dari negara-negara tersebut. "Sayang mereka masih belum percaya terkait kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia," katanya.

Karenanya, disaat pemerintah dan DPR sudah memberikan keputusan untuk meningkatkan jumlah dana ke pos anggaran kementerian pertahanan agar melakukan modernisasi alutsista, jangan sampai terhalang oleh hubungan buruk antar negara semacam itu. Apalagi, diakuinya memang kondisi alutsista Indonesia harus segera ditingkatkan dari segi kualitas maupun kuantitas.

Kualitas dan kuantitas tempur udara, rimba dan laut harus ditingkatkan dan diperbaharui agar alutsista Indonesia tak sekadar menjadi besi rongsokan semata. Postur alutista Indonesia pun masih sangat tertinggal bahkan dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. "Itu karena dampak dari krismon 1998 yang membuat kebutuhan untuk anggaran alutsista tidak diprioritaskan," kata dia.

Maka, kini, saat ada kelonggaran budget di APBN, sebaiknya dana untuk alutsista segera ditingkatkan. Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pun, kata dia, mengalami kenaikan dan saat yang sama juga ada komitmen bersama dari pemerintah dan DPR untuk memperbaharui alutsista agar mampu menjaga kedaulatan negara.

Namun demikian, menurut Burhan, peningkatan anggaran tersebut pun harus dilakukan, selain dengan melancarkan komunikasi dengan negara penghasil utama senjata juga harus dilakukan dengan pengawasan yang ketat. "Agar dana yang sudah ditingkatkan tidak digunakan segelintir oknum hanya untuk kepentingan bisnis," kata dia.

Karenanya, pengawasan harus dilakukan di semua lini terutama penunjukkan rekanan yang baik agar tidak membuat kebocoran. Sebenarnya, menurut dia, tindakan pemerintah meningkatkan anggaran untuk alutsista bisa dibilang terlambat terutama jika dibandingkan dengan negara tetangga.

Malaysia dan Singapura, menurut Burhan, mengalokasikan anggaran pertahanan yang jumlahnya amat besar sejak dulu. "Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement