REPUBLIKA.CO.ID, JAKARA--Di hari jadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-65, sejumlah pekerjaan rumah masih harus dituntaskan oleh korps militer. Persoalan alusista dan profesionalisme anggota dipandang mendesak untuk dibenahi.
Hal itu diungkapkan pengamat militer UI, Andi Wijoyanto. Menurutnya, dalam satu dekade terakhir TNI sukses menghapus citra sebagai tentara politik. "Ini patut dihargai. Tapi masih ada pekerjaan rumah lain, yakni profesionalisme," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (5/10).
Andi menambahkan, anggota TNI wajib mengamalkan janji prajurit yang tertuang dalam Tri Matra terpadu. TNI, lanjutnya, harus menjadi tentara rakyat dan pilar utama penjaga keutuhan bangsa. Menurut Andi, bola kini ada di tangan presiden selaku panglima tertinggi. "Kini tinggal politicall will saja dari pemerintah untuk melibatkan TNI dalam kegiatan menjaga keutuhan bangsa dan ancaman, seperti terorisme," katanya.
Andi menambahkan, situasi keamanan yang kurang kondusif di beberapa wilayah, bisa dijadikan dasar dilibatkannya polisi dalam kegiatan pengamanan. "Tapi sifatnya yang bukan penegakan hukum. Hanya menjaga keamanan negara dari ancaman," jelasnya.
Demi mewujudkan semua itu, Andi memandang TNI harus didukung peralatan alusista yang memadai. Alat yang kini ada dinilainya tidak sesuai dengan sistem pertahanan sebuah bangsa besar. "Harus ada penambahan alusista yang relevan dan sesuai kebutuhan. Ini untuk mempertahankan kedaulatan tak hanya dari dalam tapi juga luar," katanya menutup pembicaraan.