REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Tim Pengawas Kasus Bank Century DPR RI dari Fraksi PDIP, Sidarto Danusubroto menegaskan, pihaknya pesimistis pemerintah mampu mengembalikan aset yang telah disembunyikan pemilik bank tersebut ke luar negeri, dapat dikembalikan untuk negara.
"Sejak awal untuk asset recovery ini, saya sampaikan bahwa saya pesimistis, karena itu tidak mudah. Asset recovery itu bukan pidana, tetapi murni perdata dan saya sudah 33 tahun bikin buku tentang perdata," katanya saat rapat Tim Pengawas Century di Gedung DPR Jakarta, Rabu (29/9).
Rapat bersama tim pengawas dihadiri pula oleh Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono dan Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Apalagi, kata Sidarto, setelah Menkum dan HAM, Kapolri, Kepala LPS dan Plt Jaksa Agung mengungkapkan perkembangan hasil penyelidikan dan penyidikan atas pengembalian aset Bank Century itu yang masih jauh panggang dari api. "Jangan sampai pemerintah menjual mimpi kepada rakyat terutama korban Bank Century," ujarnya.
Karena itu, Sidarto menyarankan, bila sudah ada dana yang disita maka harus prioritas bagi nasabah Antaboga. Sidarto menegaskan bahwa kasus pidana Century ini rumit sekali dan sampai saat ini tidak ada pemblokiran yang efektif atau semuanya masih bersifat sementara. Hal itu karena semua masih menunggu langkah konkret pemerintah.
Di tempat yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung Darmono menyatakan bahwa hingga saat ini sudah ada kemajuan dalam pengusutan aset pemilik modal yang 'diparkir' di Swiss dan Hongkong. Bahkan dengan pemerintah Swiss, sudah ada komitmen untuk membantu pengembalian aset tersebut. "Jaksa Agung sudah minta penyitaan aset yang ada di luar negeri. Dan pengadilan sudah mengabulkan hal tersebut di antaranya dari Swiss sebesar 155,991 juta dolar AS," bebernya.
Kemudian aset-aset yang ada di Hongkong dari INC dan bank lain yang menyangkut aset tunai dan dolar nilainya sekitar Rp 1,1 triliun dan aset yang dimintakan untuk disita pada majelis hakim berdasarkan informasi resmi pejabat yang berwenang. Dalam rangka melakukan penelusuran aset yang ada di luar negeri tersebut, Jaksa Agung juga telah melakukan penelusuran di Swiss dan Hongkong yang hasilnya sudah ada komitmen dari pemerintah Swiss untuk membantu.
Selain langkah politis, kata Darmono, Jaksa Agung juga melakukan langkah teknis dengan melakukan pertemuan pihak terkait untuk melakukan identifikasi. Misalnya, penyesuaian draf Mutual Legal Assistance (MLA) dan pemerintah minta otoritas Swiss untuk melakukan pemblokiran. "Dari itu semua maka pemerintah Swiss melakukan pemblokiran jika MLA pemerintah bisa diterima dalam bentuk formal," ujarnya.
Sedangkan untuk Hongkong, kata Darmono, Tim Terpadu telah melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan ada draft yang difokuskan untuk tindak pidana korupsi.