REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Hukum yang dianggap setimpal atas tindakan pelaku penyiksaan dan pemerkosaan terhadap tenaga kerja Indonesia di Malaysia, Win Faidah, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga adalah hukuman mati.
Anggota Komisi IX DPR RI, Chusnunia, di Jakarta, Senin (20/9) mengatakan, kasus penyiksaan dan pelecehan seksual seperti yang dialami Win Faidah bukan pertama kali terjadi di Malaysia. "Jika aparat penegak hukum Malaysia tidak menerapkan hukuman berat yang bisa memberikan efek jera, kejadian serupa akan terus terjadi," imbuh anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Lampung II ini.
Chusnunia lantas membandingkan ancaman hukuman mati terhadap ratusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang melakukan tindakan melanggar hukum beberapa waktu lalu. "Jika Polisi Diraja Malaysia dan penegak hukum di negara tersebut bisa bersikap tegas, bahkan menvonis mati, kepada TKI yang melanggar hukum, tindakan serupa juga harus diterapkan kepada warganya yang menyiksa TKI," tuturnya.
Pada bagian lain, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu meminta pemerintah Indonesia memberikan bantuan hukum secara maksimal bagi Win Faidah. Bila perlu, kata Chusnunia, Kementerian Luar Negeri melakukan intervensi diplomatik kepada pemerintah Malaysia agar majikan Win Faidah diberi hukuman yang setimpal.
Intervensi diplomatik, lanjutnya, diperlukan agar penegak hukum setempat bisa memutuskan hukuman yang adil bagi TKI di Malaysia. "Harus ada intervensi diplomatik agar proses hukum kasus Win Faidah berjalan 'on the track' dan memenuhi rasa keadilan publik," tandas Chusnunia.