REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Masih kurangnya kesamaan persepsi dalam hal penanganan tindak pidana pencucian uang, oleh Kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), Yunus Husein, disarankan dijembatani dengan pelatihan bersama para penegak hukum. Sebab selama ini persepsi yang berbeda-beda dapat menimbulkan masalah.
''Belum sama benar, perlu join training biar ada persepsi yang sama,'' ujar Yunus seusai menghadiri pengangkatan Gubernur Bank Indonesia, di Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Rabu (1/9).
Sesuai hasil rumusan Rancangan Undang Undang (RUU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang telah diselesaikan, penyidik dari tindak pidana itu akan terbagi menjadi enam, yaitu Kejaksaan, Kepolisian, Badan Narkotika Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pajak, dan Bea Cukai.
Dalam upaya memberantas TPPU, sebelumnya kewenangannya hanya ada pada kepolisian. Tetapi jika RUU itu sudah disahkan maka, PPTAK juga akan mempunyai peran melakukan penyidikan. Bentuk penanganan TPPU akan menjadi multiinvestigator. ''Kita biasanya jadi feeder saja,'' cetus Yunus.
Lebih lanjut, Yunus menjelaskan, ada banyak cara untuk melakukan pencucian uang. Mulai dari membeli reksadana, membuat perusahaan baru, hingga menikah lagi. ''Tapi biasanya dia beli produk lalu jual lagi, lalu beli produk yang lain lagi, sampai seterusnya,'' ujarnya. Modus seperti itu akan mempersulit penelusuran jejak indikasi pencucian uangnya.