Selasa 31 Aug 2010 06:24 WIB

Kejakgung Siap Menggugat Syamsul Nursalim

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kejaksaan Agung menyatakan siap untuk mengajukan gugatan terhadap obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) BDNI, Syamsul Nursalim terkait adanya dugaan tunggakan (wanprestasi).  Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Kemal Sofyan, di Jakarta, Senin, mengatakan Kejagung siap untuk mewakili pemerintah dalam menggugat Syamsul Nursalim. "Tapi kita sampai sekarang belum menerima Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Menkeu untuk menggugat Syamsul Nursalim," katanya.

Pihaknya bersikukuh Syamsul memang terbukti ingkar janji dalam soal pembayaran kewajiban BLBI kepada negara. "Kita inginnya segera gugat, tapi tetap harus menunggu SKK dari pemerintah," katanya.

Sementara itu, Kepala Biro Bantuan Hukum Kementerian Keuangan, Indra Surya, menyatakan pihaknya masih melakukan kajian tentang penghitungan wanprestasi oleh Syamsul Nursalim. "Pengkajian itu bersama-sama dengan Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan," katanya di Jakarta.

Kemenkeu mengaku telah memanggil pihak-pihak terkait termasuk pihak BDNI dan akuntan publik. "Diharapkan awal September 2010, Kemenkeu sudah dapat menerbitkan SKK kepada jaksa," katanya.

Masih adanya utang bos Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Syamsul Nusalim, terungkap dalam persidangan Jaksa Urip Tri Gunawan terkait kasus suap dari Artalyta Suryani alias Ayin sebesar 660 ribu dolar AS, di Pengadilan Tipikor pada Mei 2008. Majelis hakim menyatakan pemilik BDNI itu masih berutang sebesar Rp4,76 triliun.

Kasus itu terjadi pada 1997, saat Bank Indonesia (BI) mengucurkan kredit kepada PT BDNI sebesar Rp37,039 triliun dan sebagai pemegang saham pengendali (PSP) adalah Syamsul Nursalim. Pada 20 Agustus 1998, PT BDNI dinyatakan sebagai bank beku operasi (BBO), berdasarkan Keputusan BPPN Nomor 43/BPPN/1998 tentang Pembekuan PT BDNI dalam Rangka Program Penyehatan Perbankan Nasional, karena PT BDNI tidak dapat melakukan kewajibannya dalam pengembalian kredit. Berdasarkan hasil perhitungan ulang yang dilakukan oleh Ernst & Young terdapat kekurangan kewajiban pemegang saham senilai Rp4,758 triliun.

sumber : ant
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement