REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pihak Kejaksaan Agung akan menunda sementara pemeriksaan tersangka kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), Yusril Ihza Mahendra. Hal ini berkaitan dengan persidangan uji materiil atas Undang-undang Kejaksaan yang tengah dijalani Yusril di Mahkamah Konstitusi. "Belum ada penjadwalan pemeriksaan terhadap Yusril. Kita masih menunggu sidang di MK," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Babul Khoir, di Kejaksaan Agung, Selasa (3/8).
Menurut Babul, selama penundaan pemeriksaan terhadap Yusril mereka akan memeriksa saksi-saksi untuk menguatkan dugaan terlebih dahulu. Hal ini juga untuk mengantisipasi Yusril yang selama diperiksa Kejakgung beberapa waktu lalu memilih bungkam. "Lagi pula percuma kalau kita periksa sekarang, orangnya (Yusril) kan tidak mau bicara. Maka dari itu kami kuatkan dulu saksi-saksinya," lanjut Babul.
Selasa ini, menurut informasi dari gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, sejumlah saksi diperiksa lagi terkait kasus Sisminbakum. Yusril ditetapkan sebagai tersangka kasus ini sejak 24 Juli lalu. Menyusul penetapan ini, ia mengajukan keberatan atas legalitas Jaksa Agung Hendarman Supandji.
Menurut dia, Hendarman tak sah menjabat sebagai Jaksa Agung karena tak pernah dilantik menyusul terpilihnya kembali Presiden Yudhoyono, 2009 lalu. Demikian, ia menilai penetapan tersangka terhadapnya tak sah. Hal ini dilaporkan Yusril ke Mahkamah Konstitusi, dan saat ini tengah disidangkan.
Kasus Sisminbakum bermula tahun 2000-2001, saat Yusril menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM. Saat itu, Departemen Kehakiman menggalang proyek pendaftaran badan hukum melalui jaringan internet. Untuk menjalankan proyek ini, mereka menggandeng PT Sarana Rekatama Dinamika.
Dalam Sisminbakum, pemohon izin badan usaha tak perlu datang ke Departemen Kehakiman. Tapi, atas kemudahan pendaftaran online ini, mereka dikenai biaya acces fee sebesar Rp 1.350.000. Biaya ini nantinya dibagi 90 persen untuk PT SRD, dan 10 persen untuk Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK).
Hal inilah yang dinilai kejaksaan merupakan pelanggaran. Terutama setelah dinyatakan BPKP bahwa access fee tersebut semestinya masuk dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak. Menurut kejaksaan, selama beroperasi, Sisminbakum sudah merugikan negara sebesar Rp 420 miliar.