REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar mengatakan masih ada kemungkinan Rancangan Undang-undang (RUU) Pencucian Uang mengijinkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dapat menyidik pemilik rekening mencurigakan. Kendati demikian, kata dia pemerintah tak akan memaksakan hal tersebut.
"Kemungkinan itu masih ada selama belum disahkan DPR RUU-nya. Kan kita perjuangkan," kata Patrialis di Gedung Kementerian Hukum dan Ham, Jakarta, Sabtu (31/7).
Menurut Patrialis, pihak PPATK memang meminta supaya mereka diberi kewenangan memanggil para pemilik rekening mencurigakan. Tetapi, hal itu tergantung dari bagaimana keputusan DPR nantinya.
"Kita inginnya seperti itu (ada wewenang memanggil), tapi memang undang-undang tak bisa dibuat sendiri. DPR kan wakil rakyat dan pasti memiliki pertimbangan sendiri," tambah Patrialis.
Walaupun begitu, Patrialis menegaskan bahwa tak masalah kalau penyidikan pihak dengan rekening tak boleh dilakukan PPATK. Syaratnya, pihak yang merima laporan PPATK seperti kejaksaan, kepolisian, KPK, dan BNN harus bekerja lebih profesional. "Harus secara professional dibagi," tegas Patrialis.
Terkait hal ini, anggota Pansus RUU Tindak Pidana Pencucian Uang di DPR, Ahmad Yani mengatakan memang belum bisa memberikan kewenangan penyidikan pada PPATK. Hal tersebut kata dia baru bisa dilakukan jika PPATK dinyatakan sebagai lembaga penegak hukum.
"Harus kita tetapkan PPATK sebagai lembaga penegak hukum baru bisa diberi kewenangan menyidik," kata Ahmad Yani saat dihubungi Sabtu siang via telepon. RUU Tindak Pidana Pencucian Uang di bahas di DPR, Jumat kemarin. Dalam RUU tersebut, disepakati sejumlah kewenangan tambahan bagi PPATK.