REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Persatuan Wartawan Indonesia menyatakan keprihatinannya atas keputusan Komisi Penyiaran Indonesia terhadap Metro TV karena menayangkan adegan video porno ketika menyampaikan pemberitaan razia di sebuah warung internet di Trenggalek, Jawa Timur (14/6).
Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry CH Bangun, di Jakarta, Senin (19/7), menyatakan PWI sependapat tayangan tersebut melanggar UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Namun, KPI tidak memiliki wewenang mengambil tindakan yang dapat berakibat melanggar UU Pers No 40/1999 dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers.
KPI memutuskan penghentian penyiaran Headline News Metro TV selama tujuh hari dan mengharuskan Metro TV menyampaikan permohonan maaf, tiga kali sehari selama tiga hari berturut-turut. "Kami para praktisi media pers dan penyiaran menyatakan keprihatinan," katanya.
Pernyataan keprihatinan PWI atas kasus yang menimpa Metro TV ini dituangkan dalam "Manifesto Kemerdekaan Pers 2010" yang ditandatangani 50 praktisi media, tertanggal 17 Juli 2010 yang berisi empat butir.
Pertama, kemerdekaan pers merupakan hak asasi manusia dan hak asasi warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945. Kemerdekaan pers adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses dan buah reformasi sekaligus merupakan dasar-dasar demokrasi.
UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyatakan terhadap pers nasional tidak boleh dilakukan penyensoran, pembredelan dan penghentian penyiaran oleh siapapun juga.
Kedua, PWI dan praktisi media mengingatkan bahwa pengertian pers tidak hanya media cetak saja, tetapi juga mencakup berita di media elektronik seperti televisi, radio dan saluran lain yang tersedia. Dengan demikian, karya jurnalistik, termasuk jurnalistik televisi, tidak boleh dibredel, disensor maupun dihentikan penyiarannya.
Ketiga, PWI dan praktisi media menyadari dalam pelaksanaan peranan dan tugasnya masih banyak pers yang belum sepenuhnya profesional dan tunduk kepada kode etik jurnalistik, sehingga kerap mengabaikan kepentingan publik dan moral agama.
"Kami menyetujui penting dan perlunya tindakan nyata untuk meningkatkan profesionalisme pers nasional dengan meningkatkan penaatan Kode Etik Jurnalistik," ujarnya. "Namun demikian, kami menegaskan terhadap berbagai sikap tidak profesional, pornografi, dan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik harus dikenakan sanksi berdasarkan UU tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik dan tidak dengan cara memberangus kemerdekaan pers," demikian kutipan isi dari manifesto.
Keempat, PWI dan praktisi media menyatakan protes keras serta mengecam tindakan KPI yang telah menghentikan penyiaran Headline News pukul 05.00 WIB dan mengharuskan Metro TV menyampaikan permohonan maaf. Tindakan tersebut dinilai sebagai perampasan kemerdekaan pers dan merupakan embrional untuk mengekang kemerdekaan pers pada masa yang akan datang.
"Kami juga menilai tindakan KPI telah menodai citra pemerintahan di bawah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang telah berkali kali menjamin tidak akan membenarkan adanya pembatasan terhadap kemerdekaan pers," demikian kutipan isi dari manifesto.
Kelima, PWI dan praktisi media mendesak Dewan Pers agar tetap melaksanakan fungsinya menjaga dan melindungi kemerdekaan pers sesuai dengan amanah UU tentang Pers.