REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA- Undang-Undang mengenai organisasi kemasyarakatan (Ormas) dianggap tidak mempunyai aturan yang tegas dalam pemisahan antara ormas dengan partai politik. Karenanya, UU nomor 8/1985 mengenai ormas itu harus segera direvisi. Demikian dikatakan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit.
Pernyataan tersebut diungkapkannya terkait kemunculan sejumlah politisi untuk memimpin organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dalam kongres. "Fakta itu membuktikan masyarakat sekarang diperalat oleh politisi," tegasnya kepada Republika, Senin (12/7).
Para politisi, menurutnya, berusaha mengambil alih HKTI untuk menguasai anggotanya agar memberikan dukungan politik serta suara. Baik untuk pemilu, demonstrasi maupun aksi massa. Apalagi, mayoritas penduduk Indonesia adalah petani.
Karenanya, Arbi kembali menekankan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena kelemahan UU Ormas. Sebab, di dalam UU tersebut tak ada aturan jelas suatu ormas boleh dipimpin oleh seorang politisi atau tidak.
Padahal seharusnya, tambah dia, UU ormas mengatur dengan jelas pemisahan tersebut. Karena, seharusnya parpol dipimpin oleh orang dari parpol, dan ormas dipimpin oleh orang dari non parpol. "Harus ada pemisahan yang jelas dalam hal itu," katanya.
Selain itu, menurut Arbi, seharusnya ormas yang berada di bawah kepemimpinan parpol tidak dibiarkan. Jika adapun, katanya, maka ormas tersebut harus diperlakukan sebagai parpol. Ia kemudian mencontohkan sebuah ormas, pemuda Ka'bah yang seharusnya tak bisa disebut sebagai ormas.
Sebab, organisasi itu milik PPP. Akibat dari rancunya pembedaan antara ormas dan parpol itu, maka menyebabkan ppolitisi bernafsu dan berlomba-lomba menguasai ormas. Dengan tujuan meningkatkan perolehan suara.
HKTI sendiri, lanjut Arbi, selama ini dikuasai oleh partai Gerindra. Ke depannya, ia sendiri tak bisa memprediksikan mau dibawa kemana organisasi tani itu, dengan maraknya persaingan antara politisi dalam memperbutkan kursi utamanya. "Yang jelas jangan sampai petani hanya diperalat untuk memenuhi kepentingan politisi, padahal masih banyak persoalan riil kaum tani yang harus diperjuangkan," katanya.
Seperti diketahui, sejumlah politisi tengah mencalonkan diri untuk memperebutkan kursi Ketua Umum HKTI pada musyawarah nasional yang mulai digelar Senin (12/7). Mereka antara lain Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Titiek Soeharto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Mantan Menteri Pertanian Anton Apriantono, dan Ketua DPP Demokrat Jafar Hafsah.