REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kejaksaan Agung menegaskan tidak ada rekayasa dalam penyidikan kasus Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan HAM yang merugikan keuangan negara Rp420 miliar. "Tidak ada rekayasa. Semua murni atas pembuktian berdasarkan hukum. Rekayasa itu tidak sesuai dengan ketentuan," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, M Amari, di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, Romli Atmasasmita, mantan Direktur Jenderal Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM yang menjadi terpidana kasus Sisminbakum, menyatakan adanya "rekayasa "dalam penanganan kasus Sisminbakum. Kejagung juga menetapkan Hartono Tanoesudibyo (mantan Kuasa Pemegang Saham PT Sarana Rekatama Dinamika) dan Yusril Ihza Mahendra (mantan Menteri Hukum dan HAM), sebagai tersangka Sisminbakum.
Ia mengatakan kesalahan dalam kasus Sisminbakum itu adalah uang yang diperoleh dari proyek Sisminbakum seharusnya dimasukkan ke kasus negara. "Tapi ini tidak masuk ke kas negara, melainkan ke pihak swasta," katanya.
Kasus Sisminbakum itu terkait kerja sama antara Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) melalui Koperasi Pengayoman dengan PT SRD selaku provider penyediaan jasa teknologi informasi untuk notaris yang mendaftarkan pendirian badan usaha. Di dalam Sisminbakum, diterapkan biaya Rp1,35 juta per pemohon dan serta tambahan biaya sebesar Rp950 ribu per pemohon yang Rp200 ribu di antaranya harus masuk ke Pendapatan Negara Bukan Pajak.
Biaya yang seharusnya disetorkan ke negara, kenyataannya disetorkan ke rekening PT SRD. Penerapan Sisminbakum yang tidak prosedural itu telah memperkaya korporasi yakni PT SRD, hingga menimbulkan kerugian negara Rp420 miliar.