Kamis 27 May 2010 03:08 WIB

Penanganan Kasus Terorisme Penuh Kejanggalan

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Budi Raharjo
Pasukan antiteror
Pasukan antiteror

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tim Pengacara Muslim (TPM) mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan kasus terorisme yang dilakukan Polri di Komnas HAM, Rabu (26/5). Kejanggalan yang diungkap TPM itu terjadi sejak 1999.

Korban penangkapan Polri yang tak terbukti bersalah tidak dipulihkan nama baiknya. Selain itu, TPM juga menilai banyaknya rekayasa dalam setiap kasus terorisme. Demikian disampaikan anggota TPM Pusat, Guntur Fattahillah, di Kantor Komnas HAM, Jakarta. Guntur bersama sejumlah anggota TPM lainnya diterima oleh Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, dalam forum pertemuan pengaduan dan laporan.

''Misalnya kejadian Ambon dan Poso, isu yang diangkatnya sama, selalu terorisme. Tapi penanganannya tidak pernah jelas,'' ungkap Guntur. Kemudian, kasus bom di Kedutaan Besar Australia, Jakarta, disebutkan bahwa bahan peledak dibuat di CV Sajira, padahal perusahaan itu sudah ditutup polisi pascapengeboman Atrium Senen akhir 1990-an.

''Lalu kasus penangkapan Abu Dujana, disebutkan dia berangkat dari Solo jam 8 pagi, tapi anehnya ditangkap di Bekasi jam 12 siang, ini logika waktunya saja tidak nyambung,'' papar Guntur. Kejanggalan juga terjadi dalam peristiwa Bom Bali 2002 lalu, kejanggalan itu terlihat pada bahan peledak.

Anggota TPM lainnya, Muanas menambahkan, dalam kasus Bom Bali 2002, hasil temuan tim independen menyebutkan ada kandungan C4 dalam bom yang digunakan. ''Menurut tim itu, hanya beberapa negara yang memiliki itu dan tidak mungkin orang sipil memilikinya,'' katanya.

Selain itu, penggerebekan teroris di Plumpang Jakarta Utara pada pertengahan tahun 2009, ternyata salah tangkap. ''Disebutkan ada penangkapan, ada bukti bom, tapi ternyata dibebaskan. Mereka salah tangkap, tapi tidak ada rehabilitasi nama mereka,'' kecamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement