Selasa 02 Dec 2025 13:42 WIB

Mendagri: Pemulihan Listrik di Aceh Membutuhkan Waktu 7 Hari

Kerusakan ada di jalur distribusi dari pembangkit arus ke Banda Aceh.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat meninjau lokasi bencana banjir di Kota Lhokseumawe, Aceh pada Ahad (30/11/2025).
Foto: instagram tito karnavian
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat meninjau lokasi bencana banjir di Kota Lhokseumawe, Aceh pada Ahad (30/11/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH — Pemerintah belum dapat menormalisasi penerangan di Provinsi Aceh. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, perlu waktu selambatnya satu pekan untuk pemulihan jaringan listrik di provinsi tersebut.

Namun dia memastikan upaya maksimal untuk mengatasi kegelapan di banyak wilayah terdampak bencana banjir bandang dan tanah longsor di provinsi tersebut.

Baca Juga

“Pemulihan listrik di Aceh membutuhkan waktu sekitar tujuh hari,” ujar Tito melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (2/12/2025).

Ia menerangkan, banjir bandang dan tanah longsor yang melanda banyak kabupaten dan kota di Provinsi Aceh juga turut memutus jaringan listrik untuk penerangan. “Kerusakan ada di jalur distribusi dari pembangkit arus ke Banda Aceh akibat banjir,” kata Tito.

Menurutnya, perbaikan jalur distribusi listrik di Aceh membutuhkan peralatan khusus yang didatangkan dari Jakarta. Berat peralatan untuk perbaikan jaringan penerangan itu, kata Tito beratnya sekitar 30 ton.  Alat-alat perbaikan tersebut saat ini sudah diberangkatkan dari Jakarta ke Aceh.

Namun bukan soal mendatangkan alat-alat perbaikan itu yang menjadi tantangan. Melainkan kata dia, memastikan peralatan perbaikan listrik tersebut dapat mencapai lokasi-lokasi terdampak bencana melalui darat.

Karena kata dia, hingga Selasa (2/12/2025) banyak wilayah kabupaten dan kota terdampak banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, terputus jalur daratnya. Sebab itu, kata Tito, pemerintah sedang mencari cara agar peralatan untuk perbaikan jaringan listrik di Aceh dapat dipasok melalui jalur udara.

“Untuk bisa memperbaikinya, perlu alat yang dikirim dari Jakarta yang beratnya 30 ton. Dan itu sudah dikirim alatnya. Tetapi untuk dibawa ke lokasi, tidak bisa melalui jalur darat karena jembatan-jembatan putus. Jalur laut juga sulit karena dari pelabuhan mau masuk ke lokasinya itu jalannya tertutup lumpur tinggi, dan jembatan putus,” kata Tito.

Satu-satunya akses, kata Tito hanya melalui udara dengan mengandalkan helikopter pengangkut. Namun begitu, pun itu bukannya tanpa hambatan.

Karena daya angkut helikopter yang maksimal hanya sekitar 6 ton. Sementara seluruh peralatan untuk perbaikan jaringan listrik yang dibawa setotal 30 ton. Artinya, kata Tito, membutuhkan cara kerja lansiran untuk dapat mengangkut semua peralatan perbaikan listrik tersebut ke lokasi bencana.

“Helikopter itu bisa angkat satu hari cuma 6 ton. Berarti 30 ton dibagi 6. Maka paling tidak membutuhkan 5 hari,” ujar Tito. 

Toleransi masa perbaikan, dia berharap paling lambat lima sampai tujuh hari jaringan listrik untuk penerangan di Aceh dapat teratasi.

“Setelah seluruh peralatan untuk perbaikan tiba, proses pemasangan dan perbaikan teknis diperkirakan memakan waktu lebih dari dua hari. Estimasi pemulihan jaringan listrik sekitar tujuh hari sejak proses (perbaikan) dimulai. Setelah itu nanti baru dipasang dua hari, maka sekitar tujuh hari. Dan diperkirakan Sabtu depan, Insya Allah (listrik sudah normal),” ujar Tito.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Korban jiwa terus bertambah

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement