REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jakarta di malam hari punya cara unik menyambut tamu. Udara lembap, lampu jalan berpendar lembut, sampai lalu lintas yang tak pernah benar-benar tidur.
Tepat pukul 23.30 WIB, lima mahasiswa dari University of Northern Philippines (UNP) tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Selatan, Indonesia pada Senin (3/11/2025). Mereka adalah Elison, Chlyde, Merilizh, Gian dan Kim. Lima anak muda dengan ransel harapan dan mata yang berbinar melihat negeri baru.
Perjalanan mereka baru dimulai. Dari bandara, rombongan meluncur ke Rumah Putih Cawang, Jakarta Timur, tempat yang akan menjadi rumah sementara selama program International Student Mobility Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) berlangsung. Tepat tengah malam, mereka tiba di lokasi, letih tapi bahagia. Dunia baru sedang menunggu di depan mata.
Keesokan harinya, sambutan hangat datang dari enam mahasiswa Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) yang ditunjuk menjadi pendamping mereka yaitu Alief, Patricia, Nur Badarul, Intan, Mega dan Calli. Mereka bukan sekadar penerjemah atau penunjuk arah, tapi jembatan antara dua budaya, dua cara pandang, dua kehidupan yang kini saling bersinggungan.
Program pertukaran pelajar antara UBSI dan UNP ini bukan sekadar soal belajar lintas negara. Mereka belajar bagaimana pertemuan kecil bisa melahirkan pemahaman besar. Mereka belajar bagaimana mahasiswa yang biasanya sibuk di balik layar laptop kini berhadapan langsung dengan dunia nyata: bertukar bahasa, nilai, dan cara berpikir.
“UBSI berkomitmen terus memperluas kerja sama akademik internasional. Kehadiran mahasiswa UNP di kampus kami menjadi bagian dari upaya memperkaya wawasan global, mempererat integrasi budaya, dan membuka ruang belajar yang lebih luas bagi mahasiswa kami,” ujar Jimmi, Kepala Kantor Urusan Internasional UBSI yang mendampingi kegiatan tersebut.
Selama satu bulan, para mahasiswa UNP akan mengikuti agenda padat yaitu orientasi kampus, kelas kolaboratif, kunjungan edukatif, hingga kegiatan budaya. Tapi yang paling penting dari semua itu adalah pengalaman, karena di situlah pelajaran sejati tinggal.
“UBSI sebagai Kampus Digital Kreatif berharap program ini bukan cuma soal akademik atau sertifikat. Lebih dari itu, ini tentang pertemanan lintas batas dan cara sederhana untuk memahami dunia. Karena terkadang, belajar paling bermakna justru datang dari senyum, sapa, dan percakapan di sela makan malam yang sederhana," kata dia.