Senin 03 Nov 2025 15:12 WIB

Rilis Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III-2025 akan Kembali Kontroversial

Menkeu Purbaya sebelumnya sudah memberi sinyal pertumbuhan menyentuh lima persen.

Kapal nelayan melintas dengan latar belakang aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Badan Pusat Statistik menyatakan Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 4,30 miliar dolar AS pada Mei 2025 yang diraih berdasarkan perhitungan nilai ekspor sebesar 24,61 miliar dolar AS, dikurangi impor sebesar 20,31 miliar dolar AS di periode yang sama sekaligus mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Kapal nelayan melintas dengan latar belakang aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Badan Pusat Statistik menyatakan Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 4,30 miliar dolar AS pada Mei 2025 yang diraih berdasarkan perhitungan nilai ekspor sebesar 24,61 miliar dolar AS, dikurangi impor sebesar 20,31 miliar dolar AS di periode yang sama sekaligus mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Oleh : Awalil Rizki, Ekonom Bright Institute

REPUBLIKA.CO.ID, Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III-2025 akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 November. Namun, Purbaya telah memberi bocoran setelah bertemu dengan pimpinan BPS pada 28 Oktober, dengan mengatakan akan tumbuh di atas 5 persen. Kemungkinan rilis BPS kembali menimbulkan kontroversi seperti yang terjadi pada triwulan lalu.

Febrio Nathan Kacaribu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, bahkan sudah mengemukakan pertumbuhan kisaran 5,0-5,1 persen pada 9 Oktober lalu. Dalam beberapa kesempatan, Purbaya mengatakan anak buahnya memang telah memperhitungkan hal ini. Alasan utamanya, perekonomian diklaim membaik ditambah berbagai kebijakan insentif Pemerintah telah memperlihatkan hasil.

Sementara itu, konsensus ekonom yang dihimpun Blomberg menyebut pertumbuhan hanya akan 4,8 persen (y-on-y). Media masa pun memberitakan bahwa sebagian besar ekonom menyebut tidak akan mencapai 5,0 persen.

Prakiraan Rilis Data BPS

Menimbang data BPS tentang Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi triwulan II, maka pertumbuhan yang dirilis akan kisaran 5,02 persen (y-on-y). Lebih rendah dari triwulan yang 5,12 persen, karena faktor musiman. Pertumbuhan triwulan III memang selalu lebih rendah dibanding triwulan II pada tahun bersangkutan.

Pertumbuhan ekonomi secara triwulanan (q-to-q) diprakirakan kisaran 1,50 persen atau setara dengan tahun lalu. Sedangkan pertumbuhan secara kumulatif (c-to-c) selama tiga triwulan akan mencapai kisaran 5,03 persen.

Secara sektoral, sektor industri pengolahan akan disajikan meningkat signifikan, sebagaimana yang terjadi pada triwulan lalu. Pertumbuhannya pun akan kembali melampaui pertumbuhan ekonomi, bisa mencapai kisaran 5,50 persen.

Jika tren yang melampaui pertumbuhan ekonomi berlanjut pada triwulan IV nanti, maka pertama kali sejak 2012 atau 14 tahun terakhir. Dengan demikian, pertumbuhan setahun industri pengolahan bisa mencapai kisaran 5,25 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi disajikan sebesar 5,05 persen.

Padahal, rata-rata pertumbuhan sektor ini pada 2011-2024 hanya 4,01 persen. Porsinya terhadap PDB pun perlahan turun, dari 21,76 persen pada 2011 menjadi 18,98 persen pada 2024, yang merupakan indikasi terjadi deindustrialisasi. Pertumbuhan tahun 2025 membuat porsinya akan meningkat sedikit di atas 19 persen.

Data-data sektor industri pengolahan dalam hal pertumbuhan dan porsi atas PDB dari BPS untuk tahun 2025 ini tampak tidak sejalan dengan beberapa data dan indikator lainnya. Salah satunya, data Manufacturing Purchasing Managers’ Index (PMI) yang sempat kontraksi selama beberapa bulan. Selain itu tak didukung data penjualan beberapa barang industri utama serta fenomana PHK.

Sektor perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan motor diprakirakan juga akan tumbuh sedikit di atas pertumbuhan ekonomi. Bisa mencapai kisaran 5,10 persen. Oleh karena porsinya yang besar dalam PDB, maka andilnya cukup signifikan dalam pertumbuhan ekonomi.

Beberapa sektor yang bersifat jasa diprakirakan melampaui pertumbuhan ekonomi, seperti: Jasa Perusahaan, Informasi dan Komunikasi, Penyediaan akomodasi dan makan minum, dan jasa lainnya.

Meski masing-masing hanya memberi andil atas total pertumbuhan tidak besar, karena porsinya dalam PDB, namun secara agregat cukup menopang.

Dilihat dalam komponen pengeluaran, sebagaimana triwulan II lalu, yang akan mengejutkan adalah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Kemungkinan akan disajikan lebih dari 6,0 persen. Salah satu yang kontroversi saat triwulan II, terkait pertumbuhan sub PMTB berupa mesin dan peralatan. Diduga kuat terkait penambahan alutsista yang sebenarnya merupakan impor.

Boleh jadi juga, pertumbuhan PMTB ini terkait sektor hilirisasi mineral dan batubara. Persoalannya kurang jelas bagaimana perlakukan hitungan atas penambahan mesin dan peralatan. Apakah sudah dihitung sejak dibeli atau tersedia atau saat mulai berproduksi.

Sementara itu, konsumsi rumah tangga sedikit lebih rendah dari tahun lalu, namun bertahan kisaran 5,00 persen. Konsumsi Pemerintah akan meningkat dibanding triwulan II, karena faktor musiman belanja yang biasa naik mulai triwulan III. Namun, kemungkinan lebih rendah dari triwulan III tahun lalu akan kisaran 3,0 persen.

Penulis mengakui prakiraan di atas sebisanya mengikuti “cara BPS” menghitung PDB pada Triwulan II lalu. Jika mengikuti cara biasanya memproyeksi, maka pertumbuhan tidak akan mencapai 4,90 persen. Dan sebagai catatan, perhitungan cara baru bisa mempercantik besaran tahun 2025, namun berpotensi tidak berpengaruh tahun-tahun selanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement