Ahad 19 Oct 2025 09:27 WIB

Pakar di Israel Khawatirkan Peran Turki Masuk Gaza dan Ancam Zionis

Turki kini menjelma menjadi pemain regional yang semakin berpengaruh.

Presiden Turki Erdogan duduk mendampingi Presiden Amerika Donald Trump dalam pembicaraan mengenai perdamaian Palestina dan Israel.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden Turki Erdogan duduk mendampingi Presiden Amerika Donald Trump dalam pembicaraan mengenai perdamaian Palestina dan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bayangan tentara Turki yang menginjakkan kaki di Gaza bagai mimpi buruk yang perlahan menjadi kenyataan bagi para pembuat kebijakan di Tel Aviv.

Setiap langkah Ankara semakin mendekat, bagaikan bayang-bayang yang merayap di balik pintu, membuat jantung Israel berdebar kencang bukan hanya karena kekhawatiran, melainkan sebuah firasat kelam.

Baca Juga

Galia Lindenstrauss, peneliti senior di Institute for National Security Studies (INSS), dengan suara lirih penuh keyakinan mengungkap ketakutan terpendam itu: kehadiran militer Turki di Gaza bukan sekadar ancaman politik—itu adalah teror strategis yang "sangat mencemaskan."

'Teror' itu nyata. Yang ditakuti Israel bukanlah hantu atau legenda, melainkan sebuah mesin perang nyata—kekuatan militer konvensional terbesar dan paling canggih di Timur Tengah yang menyandang legimitasi NATO.

Bayangkan: raksasa dengan akses tak terbatas ke persenjataan Barat, kemampuan interoperabilitas yang mematikan, dan legitimasi yang membuat setiap gerakannya sulit dihalangi. Ini bukan lagi ancaman asimetris seperti dari terowongan gelap Hamas, melainkan sebuah bayangan raksasa yang dengan leluasa dapat mencekik Israel dari depan pintunya sendiri—sebuah kekuatan yang, sekali masuk, hampir mustahil untuk diusir.

Meskipun Israel memiliki keunggulan kualitatif dalam teknologi persenjataan mutakhir seperti sistem pertahanan udara Iron Dome dan kemampuan siber, kekuatan militer Turki secara keseluruhan lebih unggul dalam hal skala dan proyeksi kekuatan konvensional.

Angkatan Bersenjata Turki memiliki jumlah personel aktif yang jauh lebih besar (sekitar 435.000 berbanding 170.000), anggaran pertahanan yang lebih tinggi, serta armada tank dan pesawat tempur yang lebih banyak, didukung oleh industri pertahanan dalam negeri yang tangguh dan posisi geostrategisnya yang memungkinkannya memproyeksikan kekuatan ke beberapa front secara simultan, seperti yang terlihat dalam operasi-offensif lintas batas di Suriah dan Irak.

"Israel harus membatasi intervensi militer Turki semaksimal mungkin," tegas Galia Lindenstrauss. Tentu hal itu tidak mudah, namun, tetap bisa dilakukan dengan adanya intervensi Amerika seperti yang selama ini dilakukan.

Kekhawatiran Israel tidak berhenti di Gaza. Menurut Lindenstrauss, pengaruh Turki di Suriah terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, sementara pengaruh Iran justru menurun.

Saat konflik Suriah berkepanjangan, Turki diam-diam merangkak naik menjadi pemain utama yang tak bisa diremehkan. Berawal dari kekhawatiran akan kelompok Kurdi di perbatasan, Ankara kini tak segan-segan mengirim pasukannya ke Suriah, menguasai beberapa wilayah penting, bahkan mendukung kelompok-kelompok bersenjata lokal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement