Rabu 01 Oct 2025 05:00 WIB

Program MBG: Gizi untuk Anak, Cuan untuk Siapa?

Persoalan pungli hingga mark up belanja bahan baku ditemukan di lapangan.

Rep: Tim Republika/ Red: Fitriyan Zamzami
Para pekerja menyiapkan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Depok, Jawa Barat, Senin (6/1/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Para pekerja menyiapkan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Depok, Jawa Barat, Senin (6/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto tiba dari lawatan ke mancanegara langsung memerintahkan pembenahan tata kelola program Makan Bergizi Gratis. Sejauh ini, pembenahan itu berkisar tata kelola penyiapan makanan agar tak lagi ada peristiwa keracunan. Tapi benarkah hanya di situ persoalan MBG belakangan?

Republika mewawancarai pemilik dapur pengelola MBG alias SPPG, kreditur yang memberikan pinjaman untuk modal pembangunan SPPG, penyedia bahan baku untuk dapur MBG, dan aktivis pemantau kebijakan pemerintah terkait hal ini. Terungkap bahwa jika memang niatnya untuk mencukupi gizi anak-anak Indonesia, ada juga cuan luar biasa yang beredar di lapangan di tengah isu keracunan massal program itu. 

Baca Juga

Meski Presiden Prabowo mengeklaim bahwa kasus itu “tak banyak”. "Bahwa ada kekurangan iya, ada keracunan makan iya. Kita hitung dari semua makanan yang keluar, penyimpangan atau kekurangan atau kesalahan itu adalah 0,00017 persen," ujar dia.

Dalam pagu APBN tahun ini, total anggaran untuk program MBG senilai Rp 71 triliun. Sepanjang delapan bulan pelaksanaan program ini, sekitar Rp 13 triliun yang sudah diserap. 

Saat ini, skema pendanaan tersebut menjatah Rp 15 ribu per porsi MBG. Merujuk Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program MBG Tahun 2025 yang dilansir Badan Gizi Nasional (BGN), dana sebesar itu meliputi biaya bahan makanan; biaya operasional seperti listrik, gas, air, gaji pekerja dapur, belanja bahan bakar minyak; juga biaya sewa peralatan dapur, peralatan masak, peralatan makan, dan serta kendaraan.

Dana itu disalurkan melalui mitra alias yayasan yang didirikan instansi pemerintah, ormas, atau swasta; kemudian ke ribuan dapur MBG alias Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Saat ini dana itu dibayarkan dengan skema pembayaran di muka. Artinya, dicairkan sebelum belanja setelah pengajuan anggaran dari SPPG dan yayasan diverifikasi dan disetujui. 

photo
Cuan dari Dapur MBG - (Republika)

Dengan anggaran Rp 15.000 per porsi tersebut, yayasan dan SPPG disebut pihak Badan Gizi Nasional (BGN) sudah bisa mendapat untung. Terlebih jika menghitung faktor pengalinya. Pihak BGN menilai, untung tersebut bisa diambil dari skema pembelian bahan secara grosir, juga variasi menu per harinya.

Hitung saja, tiap-tiap SPPG dalam juknis meliputi wilayah dengan radius enam kilometer persegi. Jumlah murid yang dilayani, merujuk Perpres Nomor 83 tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional, berkisar 3.000 hingga 4.000 siswa untuk 24 hari per bulan. Jika setiap satu porsi SPPG mengambil untung bersih Rp 1.000 perak saja, ada Rp 72 juta sampai Rp 96 juta diraup per bulan. 

Artinya modal mendirikan satu unit SPPG senilai Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar bisa terbayang dikejar impasnya. Sementara masing-masing mitra atau yayasan, boleh menaungi sampai 10 dapur per provinsi yang sama, atau masing-masing lima di dua provinsi berbeda.

Persoalannya, temuan di lapangan menunjukkan bahwa tak semua dari Rp 15.000 per porsi pada ujungnya diterima utuh oleh yayasan atau SPPG. Di lapangan, ada pihak-pihak yang memakelari agar yayasan bisa lekas diverifikasi atau SPPG mendapat titik operasional.

Suasana keracunan massal akibat konsumsi paket Makan Bergizi Gratis di Cipongkor, Bandung Barat, Rabu (24/9/2025).

Hal ini sudah diindikasikan oleh Kepala Staf Presiden (KSP) M Qodari pekan lalu. Ia mewanti-wanti soal pungutan liar (pungli) dalam program MBG. Hal ini juga ia kaitkan dengan potensi terjadinya kasus keracunan.

"Kalau ada pungli pada SPPG, maka alokasi angka Rp 10 ribu untuk bahan pangan SPPG ini nanti bisa berkurang tergantung berapa punglinya. Itu yang saya katakan, nanti kualitas gizi dan kualitas bahannya akan menurun, yang ujungnya bisa menimbulkan risiko keracunan. Nanti yang dibeli adalah bahan-bahan yang kualitas rendah," ujar Qodari di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/9/2025).

Dia mendesak agar risiko adanya pungutan-pungutan liar oleh yayasan kepada investor SPPG harus dikurangi. “Ini untuk menjaga program presiden, untuk anak-anak kita,” ujarnya menegaskan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement