REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi perhatian publik. Salah satu masalah yang disorot dalam maraknya kasus keracunan itu adalah karena para pengusaha mencari keuntungan dari program prioritas Presiden Prabowo Subianto itu.
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang menilai penyalahgunaan anggaran oleh para pengusaha satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) atau dapur MBG sangat kecil kemungkinannya terjadi dalam menjalankan program tersebut. Pasalnya, penyaluran anggaran itu diawasi oleh banyak pihak.
"Jadi uang, pertama biar ini konstruksinya, uang ini dari Kementerian Keuangan yang program MBG ini disalurkan melalui KPPN langsung masuk ke dapur SPPG," kata dia saat konferensi pers, yang dikutip Republika, Ahad (28/9/2025).
Anggaran itu masuk ke akun virtual atau virtual account rekening bersama antara mitra dan SPPG. Anggaran itu disebut hanya bisa diambil dengan persetujuan mitra dan SPPG. Artinya, salah satu pihak tidak bisa menggunakan uang itu tanpa ada persetujuan pihak lainnya.
Nanik mencontohkan, mitra BGN tidak bisa sembarangan menggunakan uang untuk membeli bahan baku dari supplier yang tidak sesuai kebutuhan dapur. Sebaliknya, SPPG juga tidak bisa sembarangan menggunakan uang tanpa persetujuan mitra.
"Kan ada juga mungkin SPPI yang nakal bawa-bawa supplier gitu. Ya saya gak mau, ngapain tiba-tiba mesti ngambil stroberi jauh-jauh, misalnya. Jadi ini sebetulnya kontrol, kontrol dana pemerintah," kata dia.

Nanik mengatakan, anggaran untuk satu porsi MBG adalah Rp 15 ribu. Namun, tidak seluruh uang itu digunakan untuk kebutuhan makan.
Ia menjelaskan, dari total uang Rp 15 ribu, Rp 2.000 adalah untuk kebutuhan sewa usaha. Sewa usaha yang dimaksud mencakup sewa gedung, sewa tanah, sewa peralatan, sewa ompreng, dan berbagai kebutuhan lainnya, yang masuk ke kantong mitra BGN.
"Ini bukan keuntungan (mitra). Kan mitra ini investasi," ujar dia.
Ia menyebutkan, bentuk investasi yang dilakukan mitra adalah membangun dapur hingga menyediakan peralatannya. Menurut dia, investasi yang diperlukan untuk membangun satu dapur dengan peralatannya itu mencapai miliaran rupiah.
"Jadi anda hitung, (modal) dia akan kembali dalam berapa tahun? Kalau MBG-nya sedikit, bisa jadi dia lima tahun belum balik loh masuk uangnya," kata dia.

Selain untuk biaya sewa, masih ada potongan dari uang Rp 15 ribu untuk setiap porsi MBG. Potongan kedua adalah Rp 3.000 dari setiap porsi untuk kebutuhan operasional, mulai membayar karyawan, listrik, internet, gas, sewa mobil operasional, transportasi, dan lainnya.
Setelah dikurangi biaya sewa dan operasional, hanya tersisa Rp 10 ribu. Sisa itulah yang sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan membeli bahan baku bagi setiap porsi MBG.
"Kan ada orang, paling itu dibelanjakan itu hanya Rp 7.000, Rp 8.000, makanya menunya nggak bagus. Salah," tegas Nanik.