REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU -- Militer Nepal mengambil alih kekuasaan pada Selasa (9/9/2025) malam setelah aksi protes mematikan berjalan dua hari yang menyebabkan 20 orang tewas dan lengsernya pemerintah terpilih Perdana Menteri KP Sharma Oli. Sementara, korban luka-luka diperkirakan mencapai 350 jiwa.
"Militer beroperasi di seluruh negeri," sebut media SetoPati.
Para tentara dikerahkan untuk menegakkan hukum dan menjaga ketertiban saat para pengunjuk rasa merusak properti publik, serta membebaskan tahanan. Sebelumnya, komandan militer Jenderal Ashok Raj Singdel meminta masyarakat tenang dan berdialog untuk menyelesaikan krisis yang terjadi di negara Himalaya itu.
Seluruh bandara dilaporkan ditutup. Di tengah krisis, Presiden Ramachandra Paudel mempersiapkan pembentukan pemerintahan baru setelah dirinya menerima pengunduran diri Sharma Oli di tengah aksi protes mematikan yang berlangsung sejak Senin.

Nepal mengalami ekalasi peristiwa dramatis sejak Senin, setelah Sharma Oli melarang media sosial, meminta platform multinasional untuk membuka kantor mereka di negara Himalaya yang terkurung daratan tersebut. Langkah ini memicu protes massal di ibu kota Kathmandu, dengan para pengunjuk rasa menyerbu gedung-gedung publik dan kantor-kantor partai politik, serta memasuki gedung parlemen sebelum membakarnya.
Para pengunjuk rasa juga membakar kediaman para pemimpin tinggi, termasuk Kantor Presiden, sementara protes keras terus berlanjut meskipun pemerintah telah mengumumkan pencabutan larangan media sosial. Pada Selasa (9/9/2025) menurut laporan surat kabar India Today, Presiden Nepal Ram Chandra Paudel juga menyatakan mundur di tengah aksi kerusuhan yang terus meluas.
Para demonstran menyerukan pembentukan "pemerintahan sipil yang dipimpin seseorang yang diterima secara universal" dan penyelenggaraan pemilu segera.
View this post on Instagram