Ankara (ANTARA) - Militer Israel, Jumat (5/8) menggempur sebuah gedung hunian di bagian barat Kota Gaza yang menampung ratusan warga Palestina yang mengungsi di kawasan padat penduduk, tempat puluhan ribu warga sipil mencari perlindungan.
Gedung yang menjadi sasaran, dikenal dengan nama Menara Mushtaha, terkena serangan di beberapa lantai sehingga mengalami kerusakan parah. Asap tebal terlihat membubung di atas kawasan tersebut, lapor koresponden Anadolu.
Menurut sumber lokal, militer Israel telah empat kali mengebom gedung yang sama sejak dimulainya kampanye genosida di Gaza pada 7 Oktober 2023, menghancurkan banyak apartemen di dalamnya.
Di samping lokasi itu terdapat Kamp Kteiba, salah satu kamp pengungsian terbesar di Kota Gaza yang menampung puluhan ribu warga.
Kawasan kampus Universitas Al-Azhar dan Universitas Islam yang berdekatan juga dipenuhi ribuan tenda berisi puluhan ribu pengungsi.
Secara keseluruhan, wilayah barat Gaza kini menampung sekitar 1 juta pengungsi, sebagian besar berasal dari bagian timur dan utara Kota Gaza serta Gaza utara.
Pihak pengelola Menara Mushtaha membantah tuduhan Israel.
“Gedung ini bebas dari instalasi militer maupun keamanan dan hanya digunakan sebagai tempat perlindungan bagi warga Palestina yang mengungsi,” demikian pernyataan mereka.
“Semua lantai terbuka dan terlihat jelas, tidak ada senjata ringan maupun berat di dalamnya,” tambah mereka.
Warga setempat juga menyatakan terkejut atas klaim Israel.
“Saya sudah tidak punya rumah lagi. Apa kesalahan kami sampai tentara Israel menghancurkan rumah-rumah kami di depan mata kami?” kata Obadah Saifuddin, penghuni Menara Mushtaha, kepada Anadolu.
Nidal Abu Ali, warga lainnya, mengatakan: “Saya mencari perlindungan di menara ini bersama keluarga untuk menjaga anak-anak saya, tetapi Israel tidak menyisakan tempat aman di Gaza.”
Eskalasi Israel
Militer Israel mengumumkan rencana untuk menargetkan sejumlah gedung bertingkat di Gaza dalam beberapa hari ke depan, disertai perintah evakuasi bagi warga di area terdampak.
Juru bicara militer Avichay Adraee mengeklaim bahwa intelijen menunjukkan Hamas memiliki “infrastruktur militer” di dalam gedung-gedung tersebut.
Kanal 12 Israel melaporkan Angkatan Udara Israel telah memulai operasi bertahap untuk menghancurkan gedung-gedung di seluruh Gaza, menandai meluasnya operasi militer di kota itu.
Pasukan Israel juga menjatuhkan selebaran di kawasan Sheikh Radwan, Kota Gaza, yang memerintahkan warga untuk mengosongkan blok 699, 700, 712, 713, 716, dan 764, dengan pernyataan bahwa militer “terus memperluas operasi ke arah barat. Segera bergerak ke selatan dari Kota Gaza.”
Kepala pertahanan Israel, Israel Katz mengatakan sebuah gedung bertingkat di Gaza telah menerima pemberitahuan evakuasi awal, dengan peringatan bahwa aktivitas militer akan meningkat jika Hamas tidak memenuhi syarat, termasuk pembebasan sandera dan perlucutan senjata.
Kejahatan terhadap Kemanusiaan
Sementara itu, kelompok perlawanan Palestina Hamas mengecam langkah Katz untuk memperluas operasi militer sebagai “tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap hukum internasional dan norma kemanusiaan.”
“Ini merupakan pengakuan terbuka atas niat kriminal untuk menghancurkan sebuah kota yang berpenghuni dan memaksa warganya di bawah ancaman dan pembantaian brutal, sambil melakukan genosida, menghancurkan permukiman, serta menggusur warganya secara paksa,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
“Penargetan menara hunian yang dipenuhi warga dan pengungsi oleh tentara pendudukan fasis adalah bagian dari upaya kriminal untuk menekan penduduk kota agar meninggalkan tempat tinggal mereka secara paksa – sebuah kebijakan yang tergolong kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Pada 18 Agustus, Hamas menerima proposal gencatan senjata yang diajukan mediator Mesir dan Qatar. Namun Israel belum memberikan tanggapan, sementara pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan agar rencana pendudukan Kota Gaza tetap dijalankan.
Tel Aviv memperkirakan hampir 50 sandera Israel masih ditahan di Gaza, termasuk 20 orang yang masih hidup. Sementara itu, lebih dari 10.400 warga Palestina ditahan di penjara-penjara Israel, mengalami penyiksaan, kelaparan, dan kelalaian medis yang telah menyebabkan banyak kematian, menurut laporan media dan lembaga hak asasi manusia Palestina maupun Israel.
Genosida yang berlangsung di Gaza telah memasuki hari ke-700 pada Jumat, dengan korban tewas lebih dari 64.000 warga Palestina. Kampanye militer Israel telah meluluhlantakkan wilayah itu yang kini menghadapi ancaman kelaparan.
Pada November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkan di wilayah tersebut.