REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar, Abdul Rahman Farisi, menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap kebijakan pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang akan menerapkan aturan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk pembelian LPG 3 kilogram atau gas melon mulai tahun 2026.
Kebijakan ini disebut sebagai langkah penting untuk memastikan subsidi energi benar-benar tepat sasaran dan diterima oleh masyarakat miskin serta kelompok yang kurang mampu.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa aturan tersebut akan mulai berlaku pada tahun depan. “Tahun depan iya (pembelian LPG 3 kilogram berdasarkan NIK),” ujar Bahlil usai rapat bersama Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (25/8/2025).
Abdul Rahman Farisi menilai kebijakan ini sebagai terobosan yang harus didukung sepenuhnya. “Kebijakan ini mesti didukung, karena akan memastikan uang negara yang dialokasikan dalam bentuk subsidi diterima oleh mereka yang benar-benar berhak. Ini wujud keberpihakan negara kepada rakyat kecil,” ujarnya di Jakarta, Senin (25/8/2025).
Ia menekankan pentingnya kesiapan Pertamina dalam mengantisipasi penerapan aturan ini. “Saya berharap Pertamina menyiapkan dengan sebaik-baiknya, termasuk melakukan simulasi-simulasi yang memudahkan masyarakat pada saat pelaksanaannya. Pertamina juga bisa melakukan inovasi, misalnya dengan menghadirkan tabung gas non-subsidi ukuran 3,5 kilogram, karena akan lebih memudahkan konsumen, terutama pengguna transportasi roda dua,” jelasnya.
Selain kesiapan teknis, Abdul Rahman juga menekankan pentingnya edukasi publik. “Sosialisasi yang masif perlu dilakukan agar masyarakat memahami manfaat dan mekanisme kebijakan ini. Kalau publik paham, implementasi di lapangan akan lebih lancar dan minim resistensi,” tambahnya.
Lebih jauh, Abdul Rahman menegaskan bahwa kebijakan LPG berbasis NIK ini mencerminkan keseriusan Presiden Prabowo Subianto bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam menata ulang kebijakan subsidi energi.
“Langkah ini bukan hanya soal teknis, tetapi bagian dari reformasi subsidi energi agar lebih adil dan berkeadilan sosial,” pungkasnya.