REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyebut Sekolah Rakyat sebagai miniatur pengentasan kemiskinan yang memadukan berbagai program prioritas Presiden Prabowo Subianto, mulai dari Cek Kesehatan Gratis (CKG), Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga Program 3 Juta Rumah.
“Anaknya sekolah, orang tuanya diberdayakan. Bagi yang punya usaha, akan kita bantu. Kalau ingin meningkatkan keterampilan, kita bantu dengan pelatihan-pelatihan,” kata menteri yang akrab disapa Gus Ipul itu saat kunjungan kerja ke Sekolah Rakyat Terintegrasi 1 Cirebon, Rabu.
Dia menyebutkan bahwa pemberdayaan dilakukan melalui bantuan modal usaha, pelatihan keterampilan, dan akses pasar lewat Koperasi Merah Putih.
Selain itu, sebelum mulai belajar, setiap siswa mengikuti cek kesehatan gratis sebagai bagian dari program nasional CKG. Dari 7.409 siswa yang diperiksa secara nasional, 52 persen memerlukan pemeriksaan lanjutan. Gus Ipul menjelaskan bahwa masalah yang paling banyak ditemukan adalah penyakit gigi, disusul anemia, kekurangan gizi, dan kebugaran rendah.
“(Hasil CKG) ini pegangan kita, akan kita periksa, kita beri makan bergizi, kita bantu untuk perbaikan giginya. Mudah-mudahan setahun yang akan datang anak-anak kita akan semakin sehat,” katanya.
Guna memastikan kebutuhan gizi terpenuhi, sekolah ini juga menjalankan program MBG dari Badan Gizi Nasional.
“Kalau di sekolah umum sehari sekali, di Sekolah Rakyat dapat tiga kali sehari. Itu juga programnya Presiden Prabowo,” ujarnya.
Selain dukungan gizi dan kesehatan, katanya, seluruh keluarga siswa terdaftar sebagai penerima PBI Jaminan Kesehatan (PBI-JK), serta menerima Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako, dan ATENSI. Setelah mengikuti pemberdayaan, bantuan akan difokuskan pada peningkatan modal usaha, atau keterampilan.
Pemerintah juga menargetkan perbaikan rumah keluarga siswa melalui Program 3 Juta Rumah agar layak huni. Menurut Gus Ipul, seluruh langkah ini merupakan strategi terstruktur dan terintegrasi untuk memutus rantai kemiskinan ekstrem.
“Kalau bapaknya pemulung, anaknya tidak harus jadi pemulung. Kalau bapaknya tukang becak, anaknya tidak harus jadi tukang becak. Mari kita sukseskan program ini, di masa depan anak-anak dari keluarga tidak mampu akan menjadi anak-anak hebat,” katanya.
Seorang guru Sekolah Rakyat, Rahman (24), menceritakan perubahan nyata di lapangan. Dia mengaku awalnya siswa sulit diatur.
“Sebulan ini sudah ada progres. Mereka mulai mau mengikuti aturan,” ujarnya.
Salah satu siswa, Naufal Azzam (8), mengaku senang bersekolah di Sekolah Rakyat.
“Belajar, baca, gambar dan banyak lagi,” kata siswa kelas 1A ini.
Saat ini, Sekolah Rakyat Terintegrasi 1 Cirebon menampung 75 siswa, yakni 32 siswa SD (24 laki-laki, 8 perempuan) dan 43 siswa SMP (25 laki-laki, 18 perempuan).
Sejak 14 Juli 2025, 63 Sekolah Rakyat rintisan di berbagai daerah telah memulai Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). 37 titik lainnya menyusul mulai Agustus, dan 59 titik tambahan akan diluncurkan pada September.
Total 159 Sekolah Rakyat siap beroperasi pada Tahun Ajaran 2025/2026 dengan target 15.370 siswa.