REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bidan merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Namun, di balik peran krusial itu, masih banyak persoalan mendasar yang belum terselesaikan seperti kurangnya distribusi tenaga, minimnya perlindungan hukum, serta tantangan geografis dan budaya.
Salah satu tantangan tenaga medis di Indonesia terkhusus pada bidan adalah pemerataan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Dilansir dari laman Kemenkes menyatakan, kebutuhan bidan sebanyak 558.005 orang tetapi secara nasional angka tersebut masih belum terpenuhi. Sebab, secara nasional jumlah bidan masih di angka 257.391.
Dengan demikian, realitasnya masih ada kesenjangan antara kebutuhan kesehatan ibu dan anak dengan fakta lapangan. Di tengah keterbatasan tersebut, para bidan terus hadir sebagai garda terdepan dalam sistem kesehatan Indonesia.
Mereka bukan hanya petugas medis, tetapi juga sosok yang hadir di momen-momen paling krusial dalam hidup seorang perempuan dari kehamilan hingga kelahiran.
Hari Bidan Nasional menjadi momentum penting untuk memberikan penghargaan atas dedikasi para bidan yang telah menyelamatkan banyak nyawa ibu dan bayi.
Pengabdian mereka yang tak kenal lelah merupakan fondasi mewujudkan generasi sehat dan berkualitas.
Dalam memperingati Hari Kebidanan Nasional , Ketua Program Studi Profesi Bidan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Siti Nurhasiyah Jamil M.Keb membagikan pandangannya mengenai makna profesi bidan, tantangan yang dihadapi di lapangan, serta harapan bagi masa depan kebidanan di Indonesia.
Menekan AKI dan AKB Lewat Peran Strategis Bidan
Dalam sistem pelayanan kesehatan, khususnya di tingkat primer seperti desa dan puskesmas, peran bidan sangat krusial.
Mereka garda terdepan yang memastikan ibu dan anak mendapatkan layanan kesehatan berkualitas dari awal hingga akhir. Dari edukasi, pemeriksaan rutin, hingga pertolongan persalinan, bidan hadir sebagai pelindung kehidupan.
Bidan berperan langsung dalam menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Bidan tidak hanya bertindak sebagai tenaga medis, tetapi juga sebagai pendamping emosional dan sosial bagi perempuan sepanjang siklus kehidupannya.
“Kehadiran bidan di desa, puskesmas, dan komunitas, intervensi kesehatan menjadi harapan nyata untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan,” ujar Siti dalam keterangan yang diterima Selasa (24/6/2025).
Kendala yang Dihadapi Bidan
Pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk mendukung peran bidan dalam sistem pelayanan kesehatan, khususnya di tingkat primer. Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih banyak hal yang harus dikerjakan.
Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor, peningkatan kapasitas, serta dukungan anggaran agar bidan dapat menjalankan perannya secara optimal dan aman, khususnya di wilayah-wilayah terpencil.
Bidan di daerah terpencil menghadapi tantangan serius seperti minimnya fasilitas kesehatan, akses geografis yang sulit, hingga tekanan sosial budaya yang beragam.
Meski demikian, mereka tetap menjalankan tugas dengan penuh dedikasi, menjadikan mereka pahlawan kesehatan sejati yang hadir di garis terdepan, bahkan ketika negara belum sepenuhnya hadir untuk mereka.
“Semoga ke depannya bidan Indonesia tidak hanya kuat secara kompetensi, tetapi juga dihargai secara profesional di kancah nasional dan global,” ujarnya.
Profesi bidan, kata dia, selayaknya mendapat pengakuan yang lebih besar, baik secara hukum maupun dari sisi kesejahteraan. Mereka bukan hanya penyelamat generasi, melainkan pembentuk masa depan bangsa.
Peran Strategis Bidan dalam Edukasi dan Transformasi Sosial
Edukasi yang dilakukan bidan merupakan bagian integral dari promosi dan pencegahan penyakit.
Melalui pendekatan komunikatif dan kontekstual, bidan menanamkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan ibu dan anak. Hal ini menjadi investasi jangka panjang yang sering luput dari sorotan, namun mempunyai dampak yang besar.
Pendekatan edukasi paling efektif adalah yang kontekstual dan berbasis budaya. Bidan yang mampu membaca nilai-nilai sosial masyarakat akan lebih mudah menyentuh hati dan membangun kesadaran.
“Bidan berperan penting dalam menyampaikan edukasi tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin, sehingga ibu hamil menjadi lebih patuh dan sadar akan kondisi kesehatannya,” tambah Siti.
Menjadi bidan bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa. Untuk para calon bidan, pengabdian tidak berhenti di ruang praktik. Jadilah agen perubahan yang cerdas secara ilmu, peka terhadap kondisi sosial, dan siap mengabdi di manapun ditugaskan.
Di tangan kalian, tegas Siti, masa depan perempuan dan anak Indonesia dipertaruhkan.