Oleh : dr Alya Tursina, SpN., MH.Kes., Dosen Fakultas Kedokteran Unisba
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dewasa ini kejadian stroke pada usia muda kian meningkat terutama usia produktif 20-50 tahun. Merujuk data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2019, stroke penyebab utama kecacatan dan kematian di Indonesia, dengan 19,42 persen dari total kematian.
Stroke masih menjadi penyebab kematian ke-3 setelah jantung dan kanker di Indonesia, dengan beban pembiayaan mencapai Rp 5,2 triliun pada 2023. Faktor risiko yang cukup berpengaruh terhadap kejadian stroke pada usia muda adalah gaya hidup tak sehat di antaranya merokok.
Dengan perkembangan teknologi yang pesat, saat ini muncul gaya atau tren baru bagi para perokok yaitu rokok elektronik atau vape. Vape mulai menggeser penggunaan rokok konvensional atau rokok tembakau di Indonesia.
Saat ini penggunaan vape terbanyak adalah kalangan muda usia produktif, sebagian besar merupakan mahasiswa. Cara kerja vape tidaklah sama dengan rokok konvensional yang selama ini dikenal.
Vape menghasilkan uap dengan cara pemanasan cairan yang mengandung nikotin, namun tetap memberikan sensasi seperti merokok.
Pada awalnya rokok elektronik ditujukan sebagai pengganti rokok konvensional, namun ternyata baik rokok konvensional maupun vape sama-sama mengandung zat kimia berbahaya, salah satunya nikotin yang merupakan zat penyebab kecanduan (adiksi).
Di dalam tubuh, nikotin berikatan dengan nicotinic acetylcholine receptor (nAChR) yang akan memediasi pelepasan beberapa neurotransmitter termasuk asetilkolin, beta-endorfin, dopamin, norepinefrin, serotonin, dan hormon adrenokortikotropik (ACTH).
Nikotin dari rokok dengan cepat diserap langsung ke dalam sirkulasi arteri dan mencapai sistem saraf pusat (SSP) kurang dari 15 detik. Akumulasi nikotin dalam tubuh menyebabkan timbulnya gejala putus zat ketika penghentian penggunaan nikotin dicoba.
Gejala putus zat yang umum seperti kecemasan, kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, dan keinginan kuat untuk merokok kembali. Rokok tak hanya berdampak pada penggunanya, orang lain yang terpapar asap rokok (second-hand smoke) juga merasakan dampaknya.
Ada beberapa mekanisme rokok terutama nikotin yang menyebabkan kejadian stroke, yaitu :
1.Aterosklerosis–Nikotin meningkatkan tekanan darah dan mempercepat pembentukan plak aterosklerosis, yang dapat menyumbat pembuluh darah arteri otak.
2.Peningkatan Risiko Trombus (aterotrombosis) – Zat dalam rokok meningkatkan adhesi trombosit, memperbesar kemungkinan terbentuknya gumpalan darah yang bisa menyumbat aliran darah ke otak.
3.Stres oksidatif dan kerusakan Endotel dinding pembuluh darah – Karbon monoksida dalam asap rokok mengurangi kadar oksigen dalam darah, menyebabkan stres oksidatif dan kerusakan endotel pembuluh darah. Paparan aerosol dari vape dapat menyebabkan peradangan dan disfungsi endotel, meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh darah.
4. Fibrilasi Atrium – Merokok dapat memicu gangguan irama jantung, meningkatkan risiko emboli yang bisa menyebabkan stroke iskemik.
Terdapat berbagai cara untuk menilai tingkat ketergantungan seseorang terhadap nikotin. Salah satu kuesioner yang paling umum digunakan untuk mengukur ketergantungan nikotin adalah Uji Fagerstrom Tolerance Questionnaire, atau versi terbaru yang sudah dimodifikasi, yaitu Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND).
Penelitian mengenai pengujian validitas dan reliabilitas pada FTND menunjukkan mampu mengungkap tingkat ketergantungan nikotin serta konsistensi hasil dapat diandalkan.
Kuesioner yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan FTND yang telah dimodifikasi Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjadi delapan pertanyaan.
Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia terutama pada populasi mahasiswa menunjukan data bahwa tingkat ketergantungan nikotin yang diukur dengan Uji Fagerstrom pada pengguna rokok elektronik (vape) lebih tinggi dibandingkan perokok konvensional.
Hal ini menunjukkan faktor risiko merokok baik konvensional maupun vape sama-sama mengandung zat nikotin yang berpengaruh terhadap kejadian stroke pada usia muda dengan tingkat ketergantungan perokok vape lebih tinggi dibandingkan rokok konvensional.