REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang mengancam akan memberhentikan sopir Mikrotrans Jaklingko bila terbukti ugal-ugalan di jalan, mendapat tanggapan beragam dari para sopir sendiri. Di Terminal Jaklingko Pasar Minggu, Kamis (19/6/2025), para pengemudi menyatakan tak keberatan dengan sanksi tegas asalkan tetap mengacu pada prosedur yang berlaku.
Barokah (42), sopir Jaklingko yang telah mengemudi selama lebih dari dua tahun, menyebut bahwa sistem peringatan dan pemecatan bagi pelanggar sudah tertuang jelas dalam Standar Operasional Prosedur (SOP). “Kalau memang salahnya fatal, ya pecat aja. Tapi semuanya sudah ada di SOP, ada tahapan-tahapan. Kalau salah ringan ya cukup surat peringatan,” katanya saat ditemui awak media di sela kegiatannya di Terminal Jaklingko di Pasar Minggu, Kamis (19/6/2025).
Menurut Barokah, tindakan sembrono seperti melanggar batas kecepatan atau menerobos lampu merah sudah memiliki konsekuensi tegas sejak awal mereka direkrut. “Dulu kan narik suka-suka, sekarang disiplin. Lampu merah diterobos, ketahuan, ya sanksi. Kecepatan lewat 41 kilometer saja sudah kena denda,” katanya sambil menunjuk ke GPS dan CCTV yang terpasang di dalam armadanya.
Barokah menambahkan, sikap tegas pemerintah terhadap pelanggaran bukan hal baru dan seharusnya dipahami oleh semua pengemudi sejak pertama menandatangani perjanjian kerja. “Jangan kan ngebut, motong jalan aja bisa dipecat kalau sudah kena dua kali peringatan. Semua udah jelas dari awal,” tegasnya.
Ia menjelaskan sebagian pengemudi berasal dari sopir angkutan kota lama yang kini harus beradaptasi dengan sistem baru yang lebih disiplin. “Dulu narik sesuka hati, sekarang harus turun-naik penumpang di titik tertentu. Ada yang masih terbawa kebiasaan lama, tapi lama-lama mereka juga ikut aturan,” ujarnya.
Senada dengan Barokah, Arman (42), sopir yang juga sudah bergabung sejak peluncuran armada Jaklingko pada 2023 itu mengatakan bahwa batas kecepatan dan etika berkendara sudah menjadi bagian dari keseharian mereka. Di jalur yang ia lewati, kecepatan maksimal hanya 40 km/jam. “Kalau lewat satu kilometer aja, 41 misalnya, langsung kena BA (berita acara) dan denda,” katanya.
Ketika ditanya apakah ada permintaan penumpang untuk memacu kendaraan lebih cepat, menyatakan tidak. “Kadang penumpang baru komplain karena jalan pelan. Tapi kita harus edukasi juga, bahwa aturannya memang begitu,” jelas Arman.
Ia juga menegaskan bahwa semua kendaraan Jaklingko telah dilengkapi dengan pengawasan ketat. “Semua terekam. CCTV depan-belakang, GPS, bahkan seatbelt pun kalau dilepas bisa langsung kena denda. Jadi nggak bisa main-main,” ujarnya.
Sementara itu, salah sopir lainnya Bram (22) mengungkapkan bahwa dirinya kurang setuju apabila sopir yang ugal-ugalan langsung dipecat. Ia meminta pemerintah ataupun operator sopir jaklingko untuk memberikan edukasi terlebih dahulu.
"Ya kalau bisa diberi edukasi dulu, kan kasihan juga kalau dipecat. (Kalau ugal-ugalan) ya emang ga boleh ugal-ugalan dari operator kasih sanksi berupa peringatan atau denda kalau langsung dipecat jangan lah kasihan," katanya.
Pihaknya menjelaskan bahwa SOP yang berlaku memang mengharuskan sopir untuk tidak ugal-ugalan. Ia mengatakan untuk mobil mikrotrnas Jaklingko di jalurnya maksimal kecepatan yang dipacu adalah 50 km/jam.
"Ya kita harus sesuai SOP, mau buru buru gimana? Batasnya kan 50 km di jalan besar kalau di perkampungan 20 km," katanya.