Rabu 11 Jun 2025 20:09 WIB

Kejagung Bantah Nadiem: Rekomendasi Windows Diubah Jadi Chromebook

Jampidsus Kejagung masih fokus pembuktian penyimpangan proses pengadaan laptop.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Agung Harli Siregar.
Foto: Antara
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Agung Harli Siregar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusutan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya pengubahaan rekomendasi dalam pengadaan laptop. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan bukti, berupa rekomendasi awal dari kajian tim teknis yang meminta pengadaan laptop menggunakan sistem operasi Windows.

Tetapi, kata Harli, dalam proses pengadaan tim teknis di internal Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, mengubah rekomendasi tersebut dengan memilih laptop beroperasi Chromebook. Hal itu sekaligus menepis anggapan Nadiem bahwa jajarannya sudah mengikuti rekomendasi dan menggandeng Jamdatun Kejagung.

Baca Juga

"Disampaikan bahwa, dalam kasus ini, pengadaan Chromebook ini dari tim teknis awalnya sudah dikaji dan kajiannya merekomendasikan supaya (pengadaan laptop) lebih kepada pemanfaatan laptop dengan sistem operasi Windows. Tetapi ini diubah dia pengadaannya dengan menjadikan sistem Chromebook," kata Harli di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (11/6/2025).

Harli menerangkan, saat ini tim penyidikan Jampidsus Kejagung masih fokus pada pembuktian penyimpangan dalam proses pengadaan laptop Chromebook. Termasuk, sambung dia, terkait dengan perubahan hasil rekomendasi pengadaan laptop bersistem Windows menjadi Chromebook.

Saat awal-awal pengusutan kasus itu dilakukan, Harli juga pernah menyampaikan pada 2019, Kemendikbudristek sudah melakukan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan itu. Dan dari hasil uji coba tersebut, dihasilkan kesimpulan Chromebook tak layak untuk mendukung program digitalisasi pendidikan.

Pasalnya, laptop dengan sistem operasi tersebut berbasis jaringan internet. Sementara dalam program digitalisasi pendidikan tersebut membutuhkan sarana komputerisasi yang berbasis nonjaringan. Harli menyebut, engadaan laptop dengan operasi Chromebook juga tak tepat guna melihat keterbatasan sekolah di wilayah-wilayah yang tak mapan jaringan nirkabel. 

Harli melanjutkan, penyidik juga masih menggali bukti-bukti tentang adanya intervensi maupun pengaturan-pengaturan yang disengaja untuk memilih dan memengaruhi vendor tertentu dalam pengadaan laptop Chromebook. Termasuk, kata dia, soal realiasi dan kemanfaatan dari pengadaan laptop tersebut.

Pasalnya, sejak awal tim penyidikan di Jampidsus meyakini pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan yang menelan anggaran Rp 9,9 triliun tersebut tak tepat guna. Sehingga dipastikan dalam implementasi merugikan keuangan negara. 

"Jadi sebenarnya, kita tidak mau mengomentari pendapat-pendapat dari luar mengenai proses ini. Tetapi bahwa ini, menjadi dasar penilaian penyidik, bahwa ada dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Chromebook ini," kata Harli.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement