Selasa 27 May 2025 09:38 WIB

Jaga Cita-Cita Reformasi, Aktivis ’98 Serukan Penegakan Hukum

Kontrol terhadap pemerintah penting dilakukan konstruktif.

Aktivis dari Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) mengikuti Aksi Kamisan ke-861di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (15/4/2025). Aksi tersebut dalam rangka memperingati tragedi Mei 1998 yang menandai awal reformasi sekaligus terjadinya pelanggaran HAM berat atas tewasnya mahasiswa Trisakti ditembak aparat saat demonstrasi pada 12 Mei 1998. Aksi tersebut juga menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM yang berlalu hampir tiga dekade, juga menolak pemberiam gelar pahlawan kepada Soeharto.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Aktivis dari Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) mengikuti Aksi Kamisan ke-861di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (15/4/2025). Aksi tersebut dalam rangka memperingati tragedi Mei 1998 yang menandai awal reformasi sekaligus terjadinya pelanggaran HAM berat atas tewasnya mahasiswa Trisakti ditembak aparat saat demonstrasi pada 12 Mei 1998. Aksi tersebut juga menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM yang berlalu hampir tiga dekade, juga menolak pemberiam gelar pahlawan kepada Soeharto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua DPP Persaudaraan 98, Wahab Talaohu menegaskan pentingnya penegakan supremasi hukum dan peningkatan kualitas kinerja pemerintah sebagai kunci menjaga semangat dan cita-cita Reformasi 1998.

Hal ini dia sampaikan dalam diskusi publik bertajuk *“Refleksi 27 Tahun Reformasi 98: Menjaga Api Perjuangan, Melanjutkan Cita-Cita Reformasi” di Hotel NAM, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (24/5/2025) lalu.

Baca Juga

Menurut Wahab, stabilitas politik dan keamanan hanya dapat tercapai jika pemerintah bekerja secara efektif dan hukum ditegakkan secara adil. Ia menekankan bahwa dalam semangat reformasi, stabilitas tidak boleh dibayar dengan pembungkaman kebebasan berekspresi, terutama di kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil.

“Stabilitas sejati, keamanan dan ketertiban masyarakat dibangun dari kinerja pemerintah yang baik dan penegakan hukum yang adil,” ujar Wahab dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Selasa (27/5/2025).

Dia mengatakan, keberhasilan reformasi sangat bergantung pada persatuan nasional dan kerja nyata yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat. Salah satu bentuk konkret yang ia lakukan adalah mendirikan koperasi untuk memberdayakan kerabat aktivis 98 agar tetap mandiri secara ekonomi.

“Kemandirian ekonomi penting agar gerakan tetap kritis dan tidak mudah dibeli oleh kepentingan jangka pendek,” ucap dia.

Dalam forum yang digagas Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI) tersebut, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, juga menyoroti pentingnya kontrol publik terhadap jalannya pemerintahan. Namun, dia mengingatkan bahwa unjuk rasa bukan satu-satunya cara untuk menyampaikan kritik.

“Musik bisa jadi cara melakukan kontrol dan perlawanan politik. Iwan Fals, Slank, juga Rhoma Irama pernah melakukannya. Kalau nggak sanggup demo, bikinlah musik, diskusi, menulis, dan baca buku,” kata Adi.

Dia pun mengajak mahasiswa untuk tetap kritis tanpa menyebarkan fitnah. “Sampaikanlah kritik secara terbuka. Mengkritik tanpa fitnah. Yang paling penting sebagai aktivis mahasiswa adalah konsistensi,” jelas dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, memberikan apresiasi terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto yang menghapus UU ITE, sebuah regulasi yang kerap dikritik karena dinilai membungkam kebebasan berekspresi.

“Kita apresiasi dari pemerintahan Pak Prabowo, di era beliau UU ITE itu dicabut. Terlepas itu ada hubungan atau tidak, faktanya Mahkamah Konstitusi sudah mencabut,” ujar dia.

Pangi juga menyoroti program unggulan Prabowo, yaitu makan bergizi gratis (MBG), yang diharapkannya benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan sekadar proyek politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement