REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dunia startup dikenal sebagai dunia yang cepat, penuh inovasi, namun juga tidak lepas dari risiko kegagalan. Dalam lima tahun terakhir, Indonesia mengalami ledakan jumlah startup yang lahir dari berbagai sektor.
Startup di Indonesia bermunculan mulai dari teknologi finansial (fintech), pendidikan (edutech), hingga pertanian berbasis digital (agritech). Namun seiring dengan itu, angka kegagalan startup juga cukup tinggi.
Menurut data dari Startup Genome, sekitar 90 persen startup gagal dalam tiga tahun pertama operasional. Penyebab utamanya meliputi kurangnya permintaan pasar, kehabisan modal, hingga kesalahan dalam strategi bisnis. Fenomena ini tidak hanya menjadi tantangan, tapi juga pelajaran penting dalam membangun ekosistem wirausaha digital yang lebih sehat.
Kepala Nusa Mandiri Startup Center Siti Nurlela mengatakan naik turunnya sebuah startup adalah proses yang lumrah dan bahkan diperlukan dalam proses pembelajaran seorang wirausahawan.
“Kami selalu katakan kepada para mahasiswa khususnya mahasiswa Kampus Digital Bisnis Universitas Nusa Mandiri (UNM), jangan takut gagal. Justru dari kegagalan, kita bisa belajar lebih cepat dan memahami apa yang benar-benar dibutuhkan oleh pasar,” ujar Siti dalam rilis yang diterima, Jumat (23/5/2025).
Siti juga menyoroti pentingnya mentalitas tahan banting (resilience) dalam dunia startup, terutama bagi generasi muda yang cenderung ingin hasil instan.
“Kegagalan bukan akhir dari segalanya. Justru, banyak orang besar yang sekarang sukses dulunya adalah seseorang yang sempat gagal tapi tidak menyerah,” tegasnya.
Ia menambahkan naik turunnya dunia startup mencerminkan realitas dari dunia bisnis yang sesungguhnya. Meski penuh risiko, peluang yang ditawarkan tetap terbuka luas bagi mereka yang siap belajar, berinovasi, dan terus bangkit.
“Dengan dukungan dari Nusa Mandiri Startup Center, harapan munculnya wirausahawan muda tangguh di Indonesia semakin kuat,” kata dia.