Kamis 17 Apr 2025 17:24 WIB

Hakim Djuyamto Sempat Titipkan Tas Isi Uang kepada Sekuriti Pengadilan Sebelum Ditangkap

Tas berisi uang tersebut dititipkan kepada petugas keamanan pada Sabtu (12/4/2025).

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Mas Alamil Huda
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Djuyamto (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025). Kejagung menetapkan tiga hakim yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom sebagai tersangka kasus dugaan suap dan atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Djuyamto (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025). Kejagung menetapkan tiga hakim yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom sebagai tersangka kasus dugaan suap dan atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hakim Djuyamto sempat menitipkan tas berisi uang yang diduga dari hasil suap-gratifikasi yang diterimanya, kepada salah seorang sekuriti di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sehari sebelum ditangkap, Ahad (13/4/2025). Namun petugas keamanan pengadilan tersebut memilih untuk mengantarkan tas berisi uang tersebut ke tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (16/4/2025).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, saat petugas keamanan pengadilan menyerahkan tas berisi uang itu penyidik sempat meminta keterangan. Kata Harli, petugas keamanan pengadilan itu menyampaikan ke penyidik, tas berisi uang tersebut dititipkan kepadanya pada Sabtu (12/4/2025). “Kemarin siang (16/4/2025) sudah diserahkan oleh satpam dua handphone dan uang dolar Singapura sebanyak 37 lembar,” begitu kata Harli, Kamis (17/4/2025).

Baca Juga

Djuyamto adalah ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) yang memvonis lepas tiga korporasi terdakwa kasus korupsi izin ekspor CPO. Djuyamto juga pejabat humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Djuyamto dibawa oleh tim penyidik Jampidsus, Ahad (13/4/2025) siang, lalu diumumkan sebagai tersangka pada malam hari itu juga.

Selain Djuyamto, hari itu juga penyidik Jampidsus menggelendang Hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Hakim Ali Muhtarom sebagai anggota majelis yang menjatuhkan vonis lepas terdakwa korupsi Musim Mas Group, Permata Hijau Group, dan Wilmar Group, Rabu (19/3/2025).

Sebelum menjebloskan ketiga hakim tersebut ke sel tahanan sebagai tersangka, pada Sabtu (12/4/2025) malam, penyidik Jampidsus sudah terlebih dahulu menangkap empat orang. Di antaranya, adalah Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN). MAN ditangkap atas perannya ketika menjadi wakil ketua PN Tipikor Jakpus.

Selain itu, penyidik juga menangkap Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata di PN Jakarta Utara (Jakut). Bersama dengan itu juga turut ditangkap dua pengacara terdakwa korporasi, Ariyanto Bakri (AR) dan Marcella Santoso (MS).

Kasus dugaan suap-gratifikasi yang menyeret para hakim tipikor tersebut terkait dengan penerimaan uang senilai Rp 60 miliar dalam mata uang asing, untuk mengatur vonis lepas atau onslag terhadap tiga korporasi terdakwa korupsi izin ekspor CPO tersebut. Uang haram Rp 50 miliar itu diberikan oleh tersangka Ariyanto kepada tersangka Wahyu untuk selanjutnya diserahkan kepada tersangka Arif Nuryanta.

Lalu Arif Nuryanta atas jabatannya selaku wakil ketua PN Tipikor Jakpus menunjuk Djuyamto sebagai ketua majelis hakim, dan Agam Syarif, serta Ali Muhtarom masing-masing sebagai hakim anggota pemeriksa perkara korupsi ketiga korporasi minyak goreng tersebut. Lalu Arif Nuryanta memberikan uang 50 ribu dolar untuk Wahyu sebagai jasa perantara suap dari Ariyanto.

Selanjutnya Arif Nuryanta juga memberikan uang kepada Djuyamto dan Agam Syarif uang setara Rp 4,5 miliar untuk dibagi tiga bersama Ali Muhtarom. Pembagian uang tersebut dilakukan saat Arif Nuryanta menunjuk komposisi majelis hakim pemeriksa perkara tiga korporasi.

Dari pembagian uang tersebut masing-masing hakim mendapatkan Rp 1,5 miliar. Pada saat persidangan berjalan, pada September-Oktober 2024 Arif Nuryanta kembali membagi-bagi uang kepada tiga hakim tersebut setotal Rp 18 miliar.

Dari Rp 18 miliar tahap kedua itu, Djuyamto mendapatkan Rp 6 miliar. Agam Syarif mendapatkan Rp 4,5 miliar. Ali Muhtarom mengambil jatah keduanya Rp 5 miliar. Dari pembagian tahap kedua itu, Djuyamto sempat memberikan uang Rp 300 juta kepada salah seorang yang disebut sebagai panitera. Dan Arif Nuryanta masih menguasai Rp 38 miliar dari Rp 60 miliar yang diperolehnya melalui Ariyanto via Wahyu.

Pada Selasa (15/4/2025) penyidik kembali menangkap satu tersangka, yakni Muhammad Syafei (MSY) yang merupakan social legal security Wilmar Group. Tersangka Syafei adalah pihak dari korporasi yang menyediakan uang suap-gratifikasi setotal Rp 60 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement