Sabtu 12 Apr 2025 17:09 WIB

Gubes LSPR: Model Komunikasi Politik Indonesia Masih Belum Jelas

Komunikasi politik Indonesia berubah dari santun menjadi tidak beretika

Guru Besar Bidang Komunikasi LSPR Lely Arrianie mengungkapkan, saat ini Indonesia belum memiliki model komunikasi politik yang jelas. Hal Lely lihat berdasarkan dinamika panggung politik sejak reformasi hingga kini.
Foto: Dok istimewa
Guru Besar Bidang Komunikasi LSPR Lely Arrianie mengungkapkan, saat ini Indonesia belum memiliki model komunikasi politik yang jelas. Hal Lely lihat berdasarkan dinamika panggung politik sejak reformasi hingga kini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Bidang Komunikasi LSPR Lely Arrianie mengungkapkan, saat ini Indonesia belum memiliki model komunikasi politik yang jelas. Hal Lely lihat berdasarkan dinamika panggung politik sejak reformasi hingga kini.

“Terjadi pergeseran komunikasi politik dari yang bersifat santun dan seragam (pada era Orde Baru, ke arah komunikasi politik sebaliknya yang mengabaikan etika dan budaya politik,” ucap Lely dalam orasi pengukuhan guru besar di LSPR, Jakarta, Jumat (12/4/2025).

Lely mengatakan, Indonesia perlu memiliki model komunikasi politik yang jelas dan kuat. Itu diperlukan untuk membangun budaya politik yang merupakan ciri khas Bangsa Indonesia.

Saat ini, kata dia, Indonesia belum memiliki model komunikasi politik yang jelas. Kalaupun ada, kata dia, itu bisa disebut sebagai model komunikasi politik yang tidak ada model.

“Karena ketiadaan model, maka semua pilar demokrasi eksekutif, legislatif, dan yudikatif lebih didominasi oleh gaya atau pola komunikasi politik bukan model,” terang dia.

Gaya, suatu ciri khas dari individu politikus, dan pola, tindakan yang berulang dari politikus, tersebut menunjukkan lebih kepada gaya dan karakteristik atau sifat individu. Sementara, kata dia, model merupakan sebuah sistem yang konkret.

“Yang dapat menjadi acuan untuk mempelajari kompleksitas sebuah fenomena agar bisa dipelajari atau dianalisa lebih lanjut,” kata Lely.

Lebih jauh Lely menjelaskan komunikasi politik yang berlangsung saat ini tidak lagi linear. Tetapi bergerak ke arah yang lebih konvergen, sirkular, bahkan lebih transaksional, yang ditandai dengan praktik negosiasi yang intens.

Dalam realitas panggung politik Indonesia, kata dia, banyak perilaku yang tidak layak yang ditampilkan oleh para komunikator politik seperti politisi, aktivis, jurnalis, profesional bahkan masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya ke panggung politik.

Menurut dia, komunikator politik lebih mengutamakan kepentingan individu. Sementara yabg diperlukan adalag sebuah model komunikasi politik yang mengedepankan etika, moral, keadilan dan tanggung jawab.

“Saya optimis proses komunikasi politik Indonesia sedang berjalan ke arah yang lebih baik, meskipun sampai saat ini Indonesia belum memiliki acuan model politik,” terang dia.

Ketiadaan model menjadikan komunikasi politik menjadi olok olok di media bahkan di identikkan dengan standup comedy. Ketiadaan model komunikasi politik ini ia sebut dapat diemukan di pemerintahan.

“Ketika pemimpin berganti, kebijakan berganti, bertukar menteri, bertukar keputusan. Sehingga seringkali kita terkaget-kaget memahami keputusan atau untuk menerimanya,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement