Jumat 11 Apr 2025 19:38 WIB

Dokter MER-C Alumni Gaza Jelaskan Kendala Rencana Prabowo

Warga Gaza mempertanyakan rencana evakuasi seribu pasien.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Fitriyan Zamzami
Seorang gadis muda Palestina yang terluka akibat serangan udara Israel di sekolah Dar al-Arqam, dibawa untuk dirawat di Rumah Sakit Baptis di Kota Gaza, pada Kamis, 3 April 2025.
Foto: AP Photo/Jehad Alshrafi
Seorang gadis muda Palestina yang terluka akibat serangan udara Israel di sekolah Dar al-Arqam, dibawa untuk dirawat di Rumah Sakit Baptis di Kota Gaza, pada Kamis, 3 April 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) menyatakan rencana Presiden Prabowo Subianto mengevakuasi seribu warga Gaza yang terluka untuk diobati bukanlah tindakan yang efektif. Ada sejumlah kendala teknis yang harus dilalui untuk melakukan hal tersebut.

Hal ini disampaikan para pengurus MER-C saat menyambangi kantor Republika pada Jumat (11/4/2025). Pandangan mereka ini berdasarkan pengalaman bertugas di Gaza sejak agresi militer Israel pada Oktober 2023.

Baca Juga

Kendala pertama adalah soal seleksi pasien yang akan dirujuk. “Siapa yang memutuskan pasien mana, kalau memang pasien, yang harus dirujuk? Sakitnya apa, butuhnya apa? Itu dulu,” ujar Ketua Presidium MER-C, dr Hadiki Habib yang baru kembali dari Gaza sebelum Lebaran kemarin. 

Kemudian, jika pasien tersebut memang parah kondisinya, yang jadi soal apakah membawa ke daerah yang jauh itu lebih bijak ketimbang merujuk ke negara-negara sekitar. “Kalau memang kondisi pasiennya berat, itu beresiko untuk terbang karena harus banyak alat penunjang,” kata dr Habib.

Yang juga harus dipertimbangkan, kata dr Habib adalah keluarga pasien. Semisal ada anak yang sakit dan harus dirawat, ibunya harus menemani. “Kalau emaknya harus menemani ‘kan harus dipikirkan paspornya, tempat tinggalnya juga,” kata dia. “Jadi nantinya kalau wacananya sampai level eksekusi, mudharat dan manfaatnya harus dipertimbangkan.”

Ia mengingatkan bahwa selama ini rujukan ke negara-negara tetangga di Gaza sudah berjalan. Artinya, ada alternatif selain menerbangkan jauh ke Indonesia. “Pasien kanker dan cuci darah, misalnya, itu dikeluarkan untuk dirawat ke Mesir dan ke Yordania.” “Pemerintah Indonesia juga pernah mengirimkan kapal rumah sakit ke Al-Arish di Mesir. Kenapa tidak ditaruh di situ?” kata dr Habib. 

Dr Habib juga mengatakan, ide evakuasi warga Gaza perlu sama-sama disikapi secara bijak bahwa situasi yang terjadi di dalam Gaza adalah sebuah krisis yang didesain, dibuat dan direncanakan. Artinya yang terjadi di Gaza bukan sebuah bencana alam yang terjadi mendadak tanpa bisa diantisipasi. 

Salah satu indikasi tersebut, menurutnya adalah mudahnya Israel kini memberi izin keluar bagi warga Gaza. Proses tersebut biasanya sangat rumit, melalui rujukan di sejumlah rumah sakit di Gaza terlebih dahulu. "Jadi krisis yang terjadi di Gaza memang disengaja dan korban yang timbul adalah korban yang terjadi akibat perbuatan yang disengaja," kata dr Habib.

Bagaimana tanggapan warga Gaza soal rencana evakuasi tersebut? Menurut dr Habib, warga Gaza sampai ke tingkat pimpinan rumah sakit dan pejabat terkejut dan mempertanyakan kepada MER-C soal kebijakan itu. Mereka bahkan sempat dituding yang mengusulkan hal itu pada pemerintah Indonesia. “Kami tidak pernah dimintai pendapat (oleh pemerintah Indonesia), dan tidak pernah mengusulkan hal tersebut,” ujar dr Habib menekankan. 

Ia menuturkan, pihak-pihak di Gaza menyesalkan rencana itu. “Tidak bijak mengeluarkan warga kami dalam kondisi seperti ini,” ujar dr Habib mengutip pihak-pihak di Gaza. "Kenapa tidak setuju? Karena memang tidak ada asuransi atau kepastian bahwa memang program (evakuasi) ini adalah program yang memang didukung oleh negara mereka yang berdaulat," jelas Dokter Hadiki.

Dokter Hadiki menambahkan, kalau memang evakuasi 1.000 warga Gaza itu program dari negara Palestina yang berdaulat tentu masyarakatnya akan turut dan patuh. Selanjutnya bisa dirujuk dan dikembalikan lagi ke Gaza. Tapi adanya ketidakpastian terhadap status dari program evakuasi itu, membuat masyarakat Gaza mempertanyakan nasib mereka.

 

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement