REPUBLIKA.CO.ID, JAYAWIJAYA -- Para pegiat hak asasi manusia (HAM) di Papua mengkhawatirkan nasib dan keselamatan para guru maupun tenaga kesehatan (nakes) yang mengabdikan dirinya untuk masyarakat di Bumi Cenderawasih. Kekhawatiran tersebut menyusul pembunuhan yang dilakukan kelompok separatis bersenjata Papua Merdeka terhadap mereka.
Insiden terakhir, Organisasi Papua Merdeka (OPM) membunuh guru dan nakes, serta membakar sekolah di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan. Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem merasa khawatir kejadian-kejadian serupa bakal terjadi lagi ke depannya.
Theo mengatakan, penyerangan yang dilakukan kelompok separatis bersenjata terhadap guru dan nakes di Distrik Anggruk sangat tak bisa diterima. Menurut dia, bukan hanya karena penyerangan tersebut menyasar para korban guru dan medis, melainkan juga karena wilayah itu selama ini masuk kawasan damai sebagai kota pengabaran injil.
Dalam catatannya sebagai aktivis HAM di Tanah Papua, peristiwa di pedalaman Papua Pegunungan tersebut baru pertama kali terjadi. "Anggruk adalah kota pekabaran injil Gereja Injili di Tanah Papua daerah Yali. Kejadian pembunuhan terhadap seorang guru adalah pristiwa yang pertama di Daerah Anggruk," ucap Theo.
Dia pun sampai sekarang tidak bisa menerima insiden penghilangan nyawa enam guru dan nakes asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu. "Karena guru-guru tersebut, mendidik anak-anak yang berada daerah-daerah terbelakang selama kurang lebih empat tahun dengan tujuan anak-anak menjadi pintar seperti daerah lain di Indonesia," ujarnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (28/3/2025).
Dalam kasus penyerangan di Distrik Anggruk pada Jumat (21/3/2025) dan Sabtu (22/3/2025), sembilan guru SD YPK Anggruk jadi korban. Satu di antaranya meninggal dunia. Sedangkan korban lainnya adalah nakes. Menurut Theo, penyerangan yang dilakukan separatis bersenjata terhadap para guru dan nakes, sebetulnya bukan kali pertama di Tanah Papua.
Sejak 2018, kata dia, penyerangan yang dilakukan sayap bersenjata OPM juga terjadi di Intan Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, dan Maybrat, serta di beberapa wilayah-wilayah pedalaman Papua lainnya. Penyerangan oleh kelompok yang mengatasnamakan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) OPM tersebut selalu menelan korban jiwa.
Selama ini, kata Theo, TPNPB-OPM mengakui aksi-aksi kekerasan tersebut dilakukan dengan alasan para guru maupun tenaga medis tersebut adalah personel militer maupun Polri yang menyamar. "Karena TPNPB menduga mereka (guru dan tenaga medis) adalah anggota atau intelijen TNI atau Polri yang menurut TPNPB adalah mata-mata," ucap Theo.