REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan menentang perundingan dan menginstruksikan militer Israel untuk mengebom Gaza tanpa kecuali menyusul serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober. Pengungkapan terbaru ini menegaskan niatan genosida Netanyahu.
Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth mengungkapkan pada Jumat bahwa Netanyahu seperti hilang kewarasan pada rapat-rapat awal selepas 7 Oktober 2023. Ia kehilangan kesabaran, lepas kendali, dan putus asa, meneriaki mantan Kepala Staf IDF Herzi Halevi ketika Halevi mempresentasikan operasi militer kepada kabinet Israel selama dua hari pertama agresi di Gaza.
Surat kabar tersebut menjelaskan bahwa Halevi mencatat Angkatan Udara Israel telah menyerang 1.500 sasaran dalam 48 jam pertama perang pemusnahan. Meskipun jumlah ini merupakan jumlah yang sangat besar yang membutuhkan intelijen dan kemampuan operasional yang luar biasa, Netanyahu meledak dalam kemarahan, membanting meja, dan berteriak kepada Kepala Staf.
“Mengapa tidak menyerang 5.000 target?” teriak Netanyahu. Halevi menjawab, "Kami tidak memiliki 5.000 target yang disetujui," dan Netanyahu menjawab: "Saya tidak peduli dengan target. Hancurkan rumah, ledakkan dengan semua yang kita miliki."
Anggota kabinet Gadi Eisenkot dan lainnya kemudian menggambarkan kegagalan kepemimpinan Netanyahu pada masa-masa awal perang. "Pejabat yang saya temui saat itu mengatakan Netanyahu sudah kehilangan akal sehatnya. Tidak heran hari ini dia menolak mengizinkan penyelidikan apapun (melalui komisi penyelidikan resmi),” tulis wartawan Yedioth Ahronot.
Netanyahu khawatir penyelidikan menyeluruh soal peristiwa 7 Oktober aka mengungkap kegagalannya. Netanyahu ingin menghentikan para saksi mata untuk memberikan kesaksian mereka.
Penyelidikan oleh IDF sebelumnya mengungkapkan kegagalan militer Israel mencegah serangan pejuang Palestina pada 7 Oktober. Serangan itu berujung tewasnya seribu tentara dan warga Israel serta diculiknya 250 warga Israel ke Gaza.
Sejumlah saksi mata di Israel sebelumnya mengungkapkan bahwa kelompok Hamas sudah menawarkan untuk melepas semua sandera warga sipil sejak awal. Kendati demikian, Netanyahu menolak tawaran itu dan memilih membombardir Gaza habis-habisan.
Sejak Oktober 2023 hingga Januari 2025, hampir 50 ribu warga Gaza, kebanyakan perempuan dan anak-anak syahid akibat serangan brutal Israel. Belakangan Netanyahu memerintahkan pengeboman kembali Gaza setelah tahap pertama gencatan senjata terbaru. Perintah itu mengkhianati kesepakatan dengan HAmas yang mensyaratkan mundurnya semua tentara Israel dari Gaza dengan imbalan pembebasan seluruh sandera di Gaza.

Puluhan ribu warga Israel turun ke jalan sejak dimulainya kembali serangan itu pada Selasa. Keluarga dan mantan sandera juga menyerukan masyarakat untuk berdemonstrasi pada Sabtu malam di Tel Aviv menentang permusuhan di Gaza, menurut media Israel.
Yehuda Cohen, ayah dari Nimrod yang ditawan, mendorong warga Israel untuk turun ke jalan, dan menyebut situasi ini darurat. Dia mengatakan perdana menteri “membunuh para sandera dan menghancurkan negara”, menurut Haaretz.
Yifat Kalderon, sepupu Ofer, yang dibebaskan dari tahanan Hamas, dikutip oleh surat kabar tersebut mengatakan: “Netanyahu dengan licik melakukan kampanye misinformasi dan juga mempengaruhi pemerintah Amerika.”
Mantan Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman menyoroti serangan roket terhadap Israel, menuduh Perdana Menteri Netanyahu gagal memulihkan keamanan. “Roket dari Gaza, Yaman, dan Lebanon dalam satu hari,” tulis Lieberman, yang memimpin partai konservatif Israel Yisrael Beiteinu. “Perdana Menteri pada tanggal 7 Oktober adalah bahaya bagi keamanan Israel.”