REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi kasus dugaan korupsi importasi gula, Eko Aprilianto Sudrajat, mengungkapkan kebijakan importasi gula Kementerian Perdagangan (Kemendag) selama terdakwa Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan periode 2015–2016, berjalan dengan transparan. Eko, yang merupakan mantan Kepala Seksi Bidang Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag tersebut, mengatakan transparansi dilakukan dengan memberitakan seluruh kebijakan importasi gula ke media massa.
"Sepengetahuan saya setiap ada rapat koordinasi maupun penerbitan Persetujuan Impor (PI), itu biasanya dari media ada beritanya bahwa hari ini Kemendag melakukan penerbitan PI dalam rangka apa, khususnya untuk penugasan, biasanya nanti ada rilis juga yang disampaikan," ujar Eko dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Selain di media massa, lanjut dia, transparansi kebijakan importasi gula juga dilakukan Kemendag pada era kepemimpinan Tom Lembong melalui keterbukaan kepada kementerian/lembaga, menteri, maupun instansi lain, serta presiden. Menurut Eko, semua surat, termasuk pengakuan importir dan PI dalam kegiatan importasi gula di era Tom Lembong ditembuskan ke berbagai menteri hingga beberapa eselon I kementerian lain, seperti Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian.
Surat-surat itu, kata dia, juga ditembuskan beberapa ke presiden, kapolri, serta kepala satuan (kasat). Dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, antara lain karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada para pihak itu diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih, padahal Tom Lembong mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
Tom Lembong juga disebutkan tidak menunjuk perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Imkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.