Senin 17 Mar 2025 13:08 WIB

Penjarahan Sawit di Kalteng Marak, Aparat Hukum Diminta Segera Bertindak

Perusahaan lebih tidak berdaya karena diambil alih lahannya berarti tak ada hak lagi.

Satgas Penertiban Kawasan Hutan memasang plang di kawasan kebun sawit yang disita untuk negara di Kalimantan.
Foto: Antara
Satgas Penertiban Kawasan Hutan memasang plang di kawasan kebun sawit yang disita untuk negara di Kalimantan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjarahan kelapa sawit marak terjadi pascapenyegelan dan penyitaan ribuan hektare kebun sawit di Kalimantan Tengah (Kalteng). Pakar hukum kehutanan dari Universitas Al Azhar Indonesia, Dr Sadino mengingatkan, aksi penjarahan bisa menjalar ke wilayah lain, terutama wilayah yang dipasang plang penyitaan.

"Ini yang saya khawatirkan kejadian ini akan menjalar ke wilayah lain yang terutama yang dipasang plang. Berarti perintah Presiden Prabowo Subianto tidak terpenuhi yang meminta agar tidak mengganggu produksi dan keberlanjutan (industri sawit)," kata Sadino kepada wartawan di Jakarta pada Senin (17/3/2025).

Baca Juga

Sadino menyampaikan, aparat pemerintah memiliki keterbatasan jangkauan dan pendanaan. Sehingga penjagaan tidak menjangkau seluruh kawasan karena luasnya lahan sawit dan terpencar-pencar. Sedangkan pendekatan pengamanan oleh TNI bukan merupakan tupoksinya.

Bagi perusahaan, sambung dia, hal itu bisa menciptakan keraguan karena Perpres Nomor 5 Tahun 2025 memungkinkan negara mengambil alih lahan sawit, meskipun tidak diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. "Kekhawatiran saya tentu dikuasai negara berarti rakyat bisa menafsirkan untuk ikut mengambil hasil kebunnya Ini namanya dampak sosial yang kurang diperhatikan oleh Satgas," terang Sadino.

Menurut Sadino, aparat keamanan seharusnya tidak perlu memasang plang penguasaan sebelum status lahannya jelas. Pasalnya, negara juga akan kesulitan mengatasi masalah sosial. "Perusahaan akan lebih tidak berdaya karena diambil alih lahannya berarti tidak ada hak lagi di situ atau bagaimana posisinya perlu diperjelas oleh Satgas. Jika menggerakkan keamanan dari TNI tentu akan menjadi masalah yang baru," ucap Sadino.

Dia menilai, pengambilalihan lahan perkebunan oleh Satgas bertentangan dengan Pasal 110A dan 110B UU Nomor 6 Rahun 2023 tentang Cipta Kerja. Apalagi lahan yang diambil sudah mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU), sehingga pasti akan lebih menjadikan investor tidak tertarik untuk investasi di sektor perkebunan.

Sadino juga mempertanyakan kedudukan hukum Satgas dalam penegakan hukum. "Siapa yang berhak atas lahan kebun dimaksud yang dijarah. Proses ambil alih tidak mudah dan harus clear tentang hak dan kewajiban antara pemilih lahan sebelumnya dengan Satgas. Artinya kedudukan hukum masih rancu," jelasnya.

Dia berharap keberadaan Satgas tidak mengganggu produksi dan produktivitas kebun sawit. Jangan malah sebaliknya, kata Sadino, Satgas justru membuat usaha perkebunan menjadi terganggu keberlanjutannya. Karena itu, Satgas harus memilah sumber izin pelaku usaha.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement