Kamis 06 Feb 2025 19:08 WIB

Plasma 30 Persen bagi Pembaruan HGU Sawit tak Sesuai UU Cipta Kerja

Banyak alternatif negara-negara lain yang memiliki kepastian hukum lebih baik.

Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Foto: ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN) akan mewajibkan aturan baru plasma sebesar 30 persen bagi perusahaan yang mengajukan pembaruan hak guna usaha (HGU) Rencana kebijakan pemerintah yang tidak sesuai undang-undang (UU) dianggap bisa merusak iklim investasi di Indonesia.

"Pemerintah itu selain mengubah undang-undang juga sering membuat aturan yang sifatnya mendadak. Itu sangat tidak baik untuk iklim investasi. Karena yang namanya pengusaha atau investor itu butuh kepastian hukum," ucap peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Dr Eugenia Mardanugraha kepada wartawan di Jakarta pada Kamis (6/2/2024).

Baca Juga

Menurut dia, berdasarkan data terkini, jumlah investasi yang masuk ke Indonesia tidak banyak berubah. Bahkan, investasi baru masih susah masuk ke Indonesia, dan cenderung mengalir ke Vietnam. "Banyak alternatif negara-negara lain yang memiliki kepastian hukum lebih baik. Ke sana lah uang akan mengalir," ucap komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tersebut.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI pada 30 Januari 2025, Menteri ART/BPN Nusron Wahid menyebut alokasi 20 persen lahan plasma kini hanya berlaku untuk pemberian HGU tahap pertama selama 35 tahun. Adapun perpanjangan HGU tahap kedua hanya berlaku 25 tahun. Bagi pemegang izin yang mengajukan pembaruan HGU, kewajiban plasma ditambah menjadi 30 persen.

"Selain plasmanya 20 persen, kami minta tambah karena sudah menikmati selama 60 tahun (HGU pertama dan kedua), lalu diajukan pembaruan (HGU ketiga) 35 tahun. Maka total 95 tahun, akan ditambah 10 persen menjadi 30 persen dari sebelumnya kewajiban (plasma) 20 persen," ucap Nusron.

Eugenia menyebut, rencana Menteri Nusron terkait aturan baru plasma sebesar 30 persen bagi yang mengajukan pembaruan HGU sebagai kebijakan populis yang tidak rasional. Pasalnya, rencana tersebut sulit untuk direalisasikan secara baik.

Alasan pertama, karena rencana kewajiban plasma 30 persen tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Alasan kedua, rencana Menteri Menteri Nusron sulit direalisasikan dalam waktu dekat. Karena itu, Eugenia menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada evaluasi pelaksanaan plasma yang diwajibkan 20 persen sesuai undang-undang.

Saat ini, dia melihat kewajiban plasma 20 persen saja belum terpenuhi secara baik. Apalagi, selain dari prosentase luas lahan, juga banyak masalah-masalah lain yang terjadi di industri sawit. Eugenia berharap, kemitraan antara perusahaan sawit dengan petani palsma perlu diperjuangkan. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement