REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyampaikan pemasangan pagar sepanjang 30,16 km di Tangerang, Banten merupakan bentuk awal dimulainya privatisasi laut. Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menduga wilayah perairan tersebut akan dijadikan sebagai perairan privat untuk berbagai kepentingan seperti reklamasi maupun pertambakan.
“KIARA melihat ini adalah bentuk awal dari perampasan ruang laut. Jika dicek melalui Perda Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten atau Perda RTRW Banten yang terintegrasi, status pemanfaatan zona ini beberapa diantaranya adalah perikanan tangkap, dan perikanan budidaya," ujar Susan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (13/1/2025).
Akan tetapi, ucap Susan, Perda tersebut juga memiliki berbagai masalah seperti tidak adanya pelibatan dan partisipasi penuh dan bermakna dari Masyarakat Pesisir, khususnya nelayan dan perempuan nelayan kecil dan tradisional, serta pembudidaya ikan kecil, sehingga pengetahuan dan ruang-ruang yang mereka kelola tidak diakui oleh negara.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan KIARA, Susan menyampaikan informasi tentang pemagaran laut tersebut telah diketahui oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten sejak 14 Agustus 2024. Susan mengatakan Tim DKP bersama Polisi Khusus (Polsus) dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah meninjau lokasi perairan pemagaran laut pada 4-5 September 2024.
“Sehingga dari rentang waktu bulan Agustus atau September 2024 hingga Januari 2025, KKP telah mengatahui adanya pemagaran laut tersebut, akan tetapi tidak ada tindakan yang serius dan tegas yang dilakukan KKP hingga akhirnya isu ini tersebar di publik pada awal 2025," ucap Susan.
Susan menilai hal ini membuktikan KKP telah melakukan pembiaran terjadinya pemagaran laut di Kabupaten Tangerang. KIARA, lanjut Susan, mencatat terdapat 4.463 jiwa nelayan yang hidup dan memanfaatkan perairan laut di enam kecamatan tersebut akan terdampak dari adanya pemagaran laut di wilayah perairan Kabupaten Tangerang. Susan menyampaikan pemasangan pagar ini menambah jumlah kasus privatisasi laut yang ada di Teluk Jakarta, bahkan ada dugaan bahwa pemagaran laut ini diduga berkaitan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ada di PIK 2.
"Bahkan tambak-tambak dan bagan-bagan perikanan telah banyak tersebar di Teluk Jakarta dan secara nyata telah mengganggu aktivitas perikanan tangkap nelayan kecil dan tradisional yang melakukan aktivitas perikanan tangkap maupun perikanan budidaya (seperti memanen kerang) yang ada di Teluk Jakarta," lanjut Susan.
Selain itu, sambung Susan, ada juga reklamasi di Teluk Jakarta untuk pembangunan pulau-pulau palsu, serta reklamasi yang terjadi di Ancol dan juga di wilayah Pantai Indah Kapuk. Susan menilai pemagaran laut tersebut menjadi bukti pelibatan dan partisipasi nelayan kecil/tradisional sebagai aktor utama dalam menjaga dan mengawasi laut belum dijalankan oleh KKP.
"Hal ini menciptakan adanya batas dan ja rak antara KKP dengan nelayan kecil dan tradisional sebagai right holders dan juga penguasa utama laut Indonesia," lanjut Susan.
Padahal, Susan katakan, pelibatan partisipasi masyarakat pesisir (khususnya nelayan) adalah bentuk pemberdayaan nelayan serta memperkuat peran serta masyarakat yang merupakan tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2010. Susan mengatakan pemagaran laut ini menjadi tanda dan momentum bagi Kementerian dan Lembaga negara terkait, khususnya KKP untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh.
Susan mengatakan evaluasi tersebut harus dilakukan karena tidak adanya perlindungan khusus bagi wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan kecil yang ada di Indonesia. Kemudian, tidak adanya pelibatan partisipasi dari nelayan kecil dan tradisional sebagai aktor utama dari penjaga lautnya.
"Evaluasi secara menyeluruh terhadap kebijakan maupun peraturan perundang undangan yang melegitimasi perusakan laut, privatisasi laut dan juga perampasan ruang laut, seperti Kebijakan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang melegitimasi perampasan ruang laut," kata Susan.