Selasa 07 Jan 2025 09:39 WIB

Indonesia Resmi Gabung BRICS, Siap Tantang Hegemoni Barat?

BRICS dibentuk sebagai penantang

Menlu RI Sugiyono (berpeci) di antara kepala negara dan delegasi berpose di sela KTT BRICS Summit di Kazan, Rusia, Kamis, 24 Oktober 2024.
Foto: Alexander Nemenov, Pool Photo via AP
Menlu RI Sugiyono (berpeci) di antara kepala negara dan delegasi berpose di sela KTT BRICS Summit di Kazan, Rusia, Kamis, 24 Oktober 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA – Kementerian Luar Negeri Brasil mengumumkan bahwa Indonesia telah masuk secara penuh dalam keanggotaan BRICS. Bagaimana awal kelompok itu terbentuk, apa dampaknya di masa datang?

Didirikan pada 2009, BRICS mulanya beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Belakangan, kelompok itu mulai meluaskan keanggotaan meliputi Mesir, Uni Emirat Arab, Ethiopia, Iran, dan yang terkini Indonesia. 

Baca Juga

Kelompok itu didirikan dengan premis bahwa lembaga-lembaga internasional terlalu didominasi oleh negara-negara Barat dan tidak lagi menguntungkan bagi negara-negara berkembang. Blok tersebut berupaya mengoordinasikan kebijakan ekonomi dan diplomatik para anggotanya, mendirikan lembaga keuangan baru, dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

Merujuk lembaga think tank Amerika Serikat Council on Foreign Relation, koalisi ini bukanlah sebuah organisasi formal, melainkan sebuah blok ekonomi non-Barat yang mengkoordinasikan upaya ekonomi dan diplomatik untuk mencapai tujuan bersama. Negara-negara BRICS berupaya membangun alternatif terhadap apa yang mereka lihat sebagai dominasi sudut pandang Barat dalam kelompok multilateral besar, seperti Bank Dunia, Kelompok Tujuh (G7), dan Dewan Keamanan PBB.

Ekspansi kelompok ini pada tahun 2024 mempunyai berbagai implikasi geopolitik. Hal ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan demografi yang semakin besar: sepuluh negara BRICS mencakup lebih dari seperempat perekonomian global dan hampir separuh populasi dunia. Ditambah Indonesia, kekuatannya kian besar.

BRICS belakangan menyatakan siap memberikan pengaruh terhadap agresi di Jalur Gaza dan Ukraina, bentuk sistem ekonomi global, persaingan antara Cina dan Barat, dan upaya transisi ke energi ramah lingkungan.

Istilah BRICS awalnya diciptakan oleh ekonom Goldman Sachs, Jim O'Neill dalam makalah penelitiannya pada 2001. Ia menyatakan bahwa pertumbuhan negara-negara yang saat itu disebut “BRIC” (Brasil, Rusia, India, dan Cina) siap untuk menantang negara-negara dominan dan negara-negara kaya di G7.

Rusia adalah negara pertama yang menyerukan diadakannya pertemuan keempat negara tersebut, sebuah keputusan yang menurut para analis didorong oleh semakin besarnya keinginan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menciptakan penyeimbang terhadap Barat. Rusia menjadi tuan rumah KTT BRIC resmi pertama pada 2009, dan Afrika Selatan bergabung setahun kemudian atas undangan Cina, membentuk kelompok lima negara yang akan bertahan selama lebih dari satu dekade.

Gelombang ekspansi berikutnya terjadi pada KTT BRICS 2023, dengan undangan diberikan kepada enam pendatang baru: Argentina, Mesir, Etiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA). Semua menerima kecuali Argentina, setelah Presiden baru terpilih Javier Milei berjanji untuk mengubah negaranya ke arah yang pro-Barat, dengan mengatakan bahwa negara tersebut tidak akan “bersekutu dengan komunis.” Arab Saudi dilaporkan telah menerima keanggotaan tersebut, namun menunda bergabung secara resmi tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut secara rinci.

Para kepala negara BRICS bersidang setiap tahun, dan masing-masing negara mengambil masa jabatan ketua selama satu tahun untuk menetapkan prioritas dan menjadi tuan rumah KTT. Blok ini bergantung pada pengambilan keputusan berdasarkan konsensus dan sebagian besar bersifat informal: tidak memiliki piagam, sekretariat, atau dana bersama yang jelas.

photo
Kekuatan Ekonomi BRICS - (REPUBLIKA)

Perlawanan BRICS 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement