REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengomentari sikap PDIP yang menolak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Padahal, kata dia, PDIP merupakan salah satu fraksi di DPR yang menyetujui kenaikan PPN.
Viva mengatakan, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen sudah termaktub dalam usulan Revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), yang kemudian menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Ia menyebutkan, UU HPP telah disahkan di forum Rapat Paripurna DPR pada tanggal 7 Oktober 2021, yang juga telah disetujui oleh Fraksi PDIP di DPR.
"Sebagai catatan, di dalam pembahasan di Panitia Kerja (Panja) RUU HPP itu dipimpin oleh Dolfie Othniel Frederic Palit, yang juga sebagai Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari fraksi PDIP," kata dia melalui keterangannya, Ahad (22/12/2024).
Karena itu, ia mengaku heran dengan sikap PDIP belakang yang menolak kenaikan PPN. Padahal, PDIP memiliki peran dalam membuat kebijakan tersebut.
"Jika sekarang sikap PDI-P menolak kenaikan PPN 12 persen dan seakan-seakan bertindak seperti hero. Hal itu akan seperti lempar batu sembunyi tangan," ujar Viva.
Ia menilai, sebagian masyarakat tentu akan beranggapan bahwa perubahan sikap PDIP dikaitkan dengan posisinya yang berada di luar pemerintahan. Karena argumentasi ditentukan oleh posisi.
"Dulu setuju bahkan berada di garis terdepan, sekarang menolak, juga di garis terdepan," kata dia.
Viva menjelaskan kebijakan Presiden Prabowo untuk memberlakukan PPN 12 persen secara lex specialist hanya untuk barang-barang mewah adalah langkah bijaksana. Hal itu dilakukan dalam rangka untuk melindungi daya beli masyarakat dan mencegah kontraksi ekonomi.
"Pemerintah dipastikan akan melindungi dan memberdayakan kepentingan masyarakat. Karena itu, pemerintah akan selalu melakukan pengawasan dan evaluasi atas semua aspirasi yang berkembang di masyarakat," kata dia.