REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua MPR RI Ahmad Muzani meminta Polri mengevaluasi secara berkala para anggotanya yang memegang senjata api, khususnya dari aspek psikologis. Dia mengaku prihatin terhadap adanya dua kasus melibatkan oknum polisi yang melakukan penembakan tidak sesuai prosedur dan melanggar hukum, hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
"Evaluasi berkala dalam kurun waktu tertentu mungkin perlu, mungkin. Dan itu kapan waktunya, Polri yang tahu kapan berkala itu diperlukan, apakah setahun sekali atau berapa waktu saya tidak paham," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Menurut dia, evaluasi berkala itu diperlukan karena setiap orang bisa saja mengalami perubahan sikap dan psikologi. Walaupun begitu, dia pun yakin bahwa prosedur kepemilikan senjata api oleh anggota Polri sudah ketat.
"Baik aparat ataupun non-aparat itu sudah cukup ketat sebenarnya. Tapi kan namanya orang ya kadang-kadang suka kekhilafan, kealpaan, suka emosi," kata dia.
Untuk mendapat izin kepemilikan senjata api, menurut dia, ada sejumlah tes dan prosedur yang harus dilalui. Pasalnya kepemilikan senjata api itu menyangkut keselamatan diri dan juga keselamatan orang lain.
"Saya yakin itu segera bisa diselesaikan dengan baik oleh teman-teman aparat kepolisian," katanya.
Sebelumnya, terjadi kasus penembakan oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar yang menyebabkan tewasnya Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Anshar. Peristiwa ituterjadi pada hari Jumat (22/11/2024) sekitar pukul 00.43 WIB di Solok Selatan, Sumatra Barat. Polda Sumatra Barat menjerat Kabag Ops Kepolisian Resor Solok Selatan AKP Dadang Iskandar dengan pasal pembunuhan berencana.
Lalu yang terbaru, seorang siswa SMKN 4 Kota Semarang tewas diduga ditembak oleh oknum polisi, Ahad (24/11) dini hari. Sejauh ini belum diketahui detail kronologi dari kejadian tersebut, namun pihak Polrestabes Semarang menyebut insiden terjadi saat aksi tawuran antarkelompok berlangsung.