REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant. Lembaga peradilan dunia itu juga menyertakan daftar kejahatan yang dituduhkan terhadap keduanya sehingga ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan.
Berikut bunyi putusan soal kejahatan-kejahatan yang dilakukan keduanya.
“Majelis menemukan alasan yang masuk akal untuk mempercayai bahwa Netanyahu, lahir pada tanggal 21 Oktober 1949, Perdana Menteri Israel pada saat melakukan tindakan terkait, dan Gallant, lahir pada tanggal 8 November 1958, Menteri Pertahanan Israel pada saat dugaan tindakan tersebut dilakukan, masing-masing memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan berikut sebagai pelaku bersama karena melakukan tindakan tersebut bersama-sama dengan orang lain: kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode peperangan; dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
“Majelis juga menemukan alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Netanyahu dan Gallant masing-masing memikul tanggung jawab pidana sebagai atasan sipil atas kejahatan perang dengan sengaja mengarahkan serangan terhadap penduduk sipil.”
Dalam keputusannya, pengadilan mengatakan pihaknya mempertimbangkan adanya alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa baik Netanyahu maupun Gallant "secara sengaja dan sadar" merampas hal-hal yang sangat diperlukan oleh penduduk sipil di Gaza untuk kelangsungan hidup mereka, termasuk makanan, air, obat-obatan dan perbekalan kesehatan, serta bahan bakar dan listrik, setidaknya sepanjang tanggal 8 Oktober 2023 sampai dengan tanggal 20 Mei 2024.
Majelis yang beranggotakan tiga hakim tersebut menemukan bahwa tindakan mereka “menyebabkan terganggunya kemampuan organisasi kemanusiaan untuk menyediakan makanan dan barang-barang penting lainnya” kepada penduduk yang membutuhkan di Gaza.
Statement of #ICC Prosecutor @KarimKhanQC on the issuance of arrest warrants in the Situation in the State of #Palestine https://t.co/bBah4wGBxp
— Int'l Criminal Court (IntlCrimCourt) November 21, 2024
Menurut Majelis, ada “alasan yang masuk akal” untuk percaya bahwa kekurangan makanan, air, listrik dan bahan bakar, serta pasokan medis tertentu, menciptakan “kondisi kehidupan yang diperkirakan akan mengakibatkan kehancuran sebagian penduduk sipil di Gaza,” yang mengakibatkan kematian warga sipil, termasuk anak-anak karena kekurangan gizi dan dehidrasi.
Bukti-bukti soal kejahatan yang ditudingkan terhadap Netanyahu dan Gallant sukar disembunyikan. Berbagai kesaksian dari lapangan dan laporan lembaga kredibel semuanya memberatkan Netanyahu.
Kelaparan sebagai metode peperangan
Pada 9 Oktober, pemerintah Israel telah mengumumkan blokade “total” terhadap Jalur Gaza yang sudah terkepung, termasuk larangan makanan dan air. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan saat itu bahwa pihak berwenang akan memutus aliran listrik dan memblokir masuknya makanan dan bahan bakar sebagai bagian dari “pengepungan total” terhadap Gaza yang dikuasai Hamas, di mana sekitar 2,3 juta orang tinggal di salah satu daerah terpadat di Israel. Belakangan, sejak Oktober, Israel kembali memberlakukan blokade dan bombardir di utara Gaza. Tindakan itu menambah parah kondisi kelaparan di wilayah tersebut.
Badan-badan bantuan mengatakan sekitar 96 persen penduduk Gaza menghadapi kekurangan pangan dalam jumlah besar. Menurut UNICEF, sembilan dari 10 anak kekurangan nutrisi yang mereka butuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Setidaknya 37 anak meninggal karena kekurangan gizi atau dehidrasi dalam satu tahun perang.
PBB mengatakan Israel telah memblokir masuknya 83 persen bantuan pangan ke Jalur Gaza sejak perang dimulai. Dikatakan sekitar 50.000 anak di bawah usia lima tahun memerlukan perawatan segera karena kekurangan gizi pada akhir tahun ini. Pada Selasa lalu, Pertahanan Sipil Palestina mengatakan lebih dari 70.000 orang saat ini berisiko kelaparan dan kehausan yang mematikan di Gaza utara. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) juga mengkonfirmasi bahwa lebih dari 65.000 orang menderita kondisi kelaparan yang tidak manusiawi di kota-kota utara Jalur Gaza.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pihaknya telah melakukan tiga upaya untuk mengerahkan tim medis internasional ke Rumah Sakit Kamal Adwan dan Al-Awda di wilayah utara Gaza, namun pasukan Israel menolak mereka masuk. Di Gaza tengah, keluarga-keluarga Palestina juga kesulitan mendapatkan makanan yang cukup di tengah kekurangan tepung dan penutupan toko roti utama di wilayah tersebut. Sekantong tepung dilaporkan berharga 107 dolar AS atau setara Rp 15 juta di Gaza. Hampir seluruh penduduk Gaza yang berjumlah sekitar 2,3 juta jiwa kini bergantung pada bantuan internasional untuk bertahan hidup.
Kejahatan terhadap kemanusiaan...