REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Komite khusus PBB menilai metode perang Israel di Gaza konsisten dengan genosida. Komite yang menyelidiki praktik-praktik Israel di Jalur Gaza itu telah merilis sebuah laporan yang menyatakan bahwa banyak korban sipil dan kondisi yang mengancam jiwa “sengaja dikenakan” pada warga Palestina di Gaza oleh tentara Israel.
Agresi Israel di Gaza “konsisten dengan karakteristik genosida”, tulis laporan komite tersebut. Ini pertama kalinya PBB menggunakan kata tersebut dalam konteks tindakan brutal Israel di Jalur Gaza setahun belakangan.
“Sejak awal perang, para pejabat Israel secara terbuka mendukung kebijakan yang menghilangkan kebutuhan pokok warga Palestina untuk menopang kehidupan – makanan, air, dan bahan bakar,” kata komite tersebut dalam siaran persnya.
“Pernyataan-pernyataan ini, ditambah dengan campur tangan bantuan kemanusiaan yang sistematis dan melanggar hukum, memperjelas niat Israel untuk memanfaatkan pasokan penyelamat jiwa demi keuntungan politik dan militer,” lanjutnya dilansir Aljazirah, Kamis (14/11/2024).
Temuan-temuan dalam laporan tersebut – bahwa Israel dengan sengaja menahan bantuan dari Jalur Gaza, menggunakan kelaparan sebagai senjata perang dan ceroboh dalam menimbulkan korban sipil – konsisten dengan kecaman PBB dan kemanusiaan lainnya terhadap tindakan Israel.
Bagaimanapun, istilah “genosida” jarang diterapkan pada perang Israel di Gaza oleh badan mana pun yang terkait dengan PBB.
Sejumlah pejabat Israel sejauh ini telah terekam mendorong genosida di Gaza. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu misalnya, menyamakan bangsa Palestina sama dengan Amalek, bangsa yang dihabisi di Taurat. Sementara Presiden Israel Isaac Herzog terekam menyatakan bahwa tak ada orang tak bersalah di Gaza.
Yang terkini, Orit Strock, menteri pemukiman Israel, mengatakan kepada surat kabar Israel Yedioth Ahronoth bahwa dia memberi nasihat kepada pemerintah bahwa Israel perlu “merebut lebih banyak tanah di Gaza sehingga Hamas memahami bahwa ada harga yang tidak bersedia mereka bayar”.
“Saya tidak akan menyetujui penarikan pasukan kami dari Gaza, dan saya akan meninggalkan pemerintahan jika kami keluar dari Koridor Philadelphi,” katanya.
Strock juga mengatakan Israel harus mencaplok Tepi Barat yang diduduki, dengan menyatakan bahwa “hak nasional atas tanah di sana seharusnya hanya menjadi milik rakyat Israel.
“Warga Palestina bisa tinggal di Yudea dan Samaria, dan kita harus memberi mereka hak penuh sebagai manusia, tapi mereka tidak akan bisa memilih dalam pemilu Knesset [parlemen Israel],” katanya, mengacu pada Tepi Barat dengan nama wilayah tersebut dalam Alkitab. .
Strock menolak solusi dua negara terhadap konflik Israel-Palestina, dan mengatakan bahwa hal tersebut bukanlah sebuah solusi “melainkan sebuah bencana”.
Serangan brutal Israel ke Palestina sejauh ini telah menewaskan lebih dari 43 ribu jiwa, kebanyakan perempuan dan anak-anak. Blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan di Gaza juga memicu kondisi kelaparan.
Sementara rumah sakit-rumah sakit di Gaza kebanyakan sudah tak bisa beroperasi karena dibombardir Israel. Aljazirah melaporkan kemarin, seorang anak laki-laki berusia satu tahun meninggal di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir el-Balah meskipun seharusnya dapat diobati.
Karena kurangnya pasokan medis, rumah sakit tidak dapat berbuat apa pun untuk menyelamatkannya. Sebuah misi medis yang diorganisir oleh WHO berusaha mengeluarkannya dari Jalur Gaza tetapi gagal karena militer Israel melarang anak laki-laki berusia satu tahun ini meninggalkan daerah kantong tersebut.
Ini adalah bagian dari kematian diam-diam yang terjadi setiap jam di Jalur Gaza. Aljazirah melaporkan orang-orang dibawa keluar dari rumah sakit dan masuk ke kamar mayat setiap jam dari semua kelompok umur karena kurangnya pasokan medis.
Belakangan, Israel meningkatkan serangan ke utara Gaza, memaksa pengungsian yang dinilai serupa dengan pembersihan etnis. Israel juga menyetop sama sekali bantuan kemanusiaan ke wilayah itu dan menyebabkan kelaparan.
Bukan hanya pembatasan Israel terhadap masuknya bantuan pangan yang berkontribusi terhadap krisis kelaparan di Gaza. Hal ini juga disebabkan oleh penghancuran produksi pangan lokal oleh militer Israel di seluruh daerah kantong pesisir tersebut.
Sebelum Israel melancarkan perangnya di Gaza, sekitar 42 persen lahan di Jalur Gaza digunakan untuk bercocok tanam. Namun menurut PBB, serangan yang sedang berlangsung telah mengakibatkan “kerusakan signifikan” pada sektor pertanian, termasuk lahan pertanian, rumah kaca, infrastruktur pertanian, sumur dan panel surya.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB mengatakan, hampir 70 persen lahan pertanian – yang menyumbang sepertiga konsumsi harian – telah hancur. Sedangkan lebih dari 70 persen pohon zaitun dan kebun buah-buahan telah terbakar habis. Sekitar 95 persen sapi dan lebih dari separuh ternak domba dan kambing telah mati.
Kejahatan terhadap kemanusiaan...